Dwi mengungkapkan, transisi antara Pertamina sebagai operator blok Rokan setelah kontrak Chevron Pacific Indonesia (CPI) pada 2021 sangat penting, agar Pertamina bisa lebih cepat melakukan kegiatan pengeboran untuk menjaga tingkat produksi.
”Transisi rokan isu penting, kalau Rokan transisi tidak bisa terselesaikan dengan baik liftingnya yang jadi masalah utama Indonesia,” tuturnya.
Awal tahun 2019, produksi Blok Rokan mencapai 207 ribu barel per hari (bph) atau setara dengan 26 persen produksi nasional. Blok yang memiliki luas 6.220 kilometer ini memiliki 96 lapangan, dimana tiga lapangan berpotensi menghasilkan minyak sangat baik yaitu Duri, Minas dan Bekasap.
Tercatat, sejak beroperasi 1971 hingga 31 Desember 2017, total produksi di Blok Rokan mencapai 11,5 miliar barel minyak sejak awal operasi.(sumber: Liputan6.com)
Redaksi : Amran