SunatraTimes.co.id – Sejumlah warga di Makassar, Sulawesi Selatan mengeluhkan tarif iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang belum juga turun.
Ichsan, warga Makassar yang bekerja di sektor swasta mengatakan, dia terdaftar sebagai peserta BPJS kelas I. Sebelumnya, per bulan hanya bayar Rp 80 ribu. Namun sejak ada kenaikan iuran, harus bayar Rp 160 ribu per bulan.
Ichsan menyambut baik pembatalan kenaikan iuran BPJS itu. Dia berharap beban ekonominya akan lebih ringan, sehingga pendapatan yang tidak seberapa bisa dialihkan untuk kebutuhan lain. Namun rupanya hingga April ini, iuran bulanan BPJS tersebut belum turun.
“Hari Kamis kemarin tanggal 9 April saya bayar iuran BPJS, Rp 160 ribu. Rupanya masih nilai iuran yang dinaikkan 100 persen dari nilai iuran sebelumnya, Rp 80 ribu,” kata Ichsan.
Hal yang sama juga dipertanyakan oleh Lily, ibu dua anak. Dia per bulan harus bayar iuran BPJS untuk empat orang di fasilitas kelas I, totalnya Rp 320.000.
Dia merasa berat jika per bulan harus mengeluarkan Rp 640 ribu untuk empat orang peserta. Alhasil, untuk mengurangi beban ekonomi, dia menurunkan fasilitas kesehatan dari kelas I ke kelas III.
“Tapi karena saya telat mengurus permohonan turun kelas, saya sempat bayar Rp 640 ribu untuk empat peserta kelas I pada Januari lalu. Setelah mengurus turun ke fasilitas kelas III, kini bayar hanya Rp 168 ribu per bulan. Seandainya iuran kembali ke nilai semula berarti satu orang itu per bulannya bayar Rp 25.500. Jika empat orang berarti bayar Rp 102.000. Tapi sudahlah, saya dan keluarga sudah terlanjur minta turun kelas,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Cabang BPJS Makassar, Greisthy E. L Borotoding membenarkan soal belum berlakunya iuran yang belum kembali ke nilai iuran semula.
“Terkait hal tersebut, kami masih menunggu tindaklanjut dari pemerintah pusat melalui revisi Perpres 75,” ujarnya.
Kata dia, saat ini pemerintah dan kementerian terkait dalam proses menindaklanjuti putusan MA tersebut. Sedang disusun Perpres pengganti.
“Namun di internal kami pun sudah mempersiapkan jika keputusan nantinya telah ditetapkan oleh pemerintah pusat,” pungkas Greisthy E. L Borotoding.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Pemerintah bersama BPJS Kesehatan hingga kini masih terus mengkaji tindaklanjut dari putusan tersebut termasuk menyusun perpres pengganti.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, Iqbal Anas Ma’ruf, mengatakan belum adanya Perpres pengganti maka iuran berlaku saat ini adalah iuran baru yang diterapkan sejak Januari 2020. Nantinya, apabila sudah ada aturan baru maka kelebihan pembayaran akan dimasukkan untuk pembayaran bulan berikutnya.
“Iya masih sesuai Perpres 75. Nanti disesuaikan. Yang dianggap kelebihan akan dijadikan saldo untuk iuran peserta bulan berikutnya,” ujar Iqbal kepada merdeka.com di Jakarta, Kamis (9/4).
Dengan pembatalan MA, BPJS Kesehatan seharusnya mengembalikan iuran seperti semula yaitu kelas I sebesar Rp80.000, kelas II sebesar Rp51.000 dan kelas 3 sebesar Rp25.500. Pada Januari lalu, iuran tersebut sudah mulai dinaikkan menjadi kelas I sebesar Rp160.00, kelas II Rp 110.000 dan kelas III sebesar Rp42.000.
“BPJS Kesehatan telah mempelajari dan siap menjalankan Putusan MA tersebut. Saat ini Pemerintah dan Kementerian terkait dalam proses menindaklanjuti Putusan MA tersebut dan sedang disusun Perpres pengganti,” jelas Iqbal.
Iqbal menambahkan, sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 Pasal 8 ayat (1); Panitera Mahkamah Agung mencantumkan petikan putusan dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas biaya Negara, dan ayat (2) Dalam hal 90 (Sembilan Puluh) hari setelah putusan Mahkamah Agung tersebut dikirim kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha negara yang mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan tersebut, ternyata pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum.
“Melihat aturan di atas, tindak lanjut Putusan MA dapat dieksekusi oleh tergugat dalam kurun waktu 90 hari melalui aturan baru, atau apabila jika tidak terdapat aturan baru dalam kurun waktu tersebut, maka Pepres 75/2019 pasal 34 dianggap tidak memiliki kekuatan hukum atau dibatalkan,” jelasnya.
“Intinya dalam waktu 90 hari ke depan setelah salinan keputusan diumumkan resmi, BPJS Kesehatan menunggu terbitnya Perpres pengganti. Saat ini sedang berproses,” sambungnya.
BPJS Kesehatan juga telah bersurat kepada Pemerintah dalam hal ini Sekretaris Negara untuk menetapkan langkah-langkah yang dapat dilakukan BPJS Kesehatan selanjutnya, dalam mengeksekusi putusan tersebut
“Masyarakat juga diharapkan tidak perlu khawatir, BPJS Kesehatan telah menghitung selisih kelebihan pembayaran iuran peserta segmen PBPU atau mandiri dan akan dikembalikan segera setelah ada aturan baru tersebut atau disesuaikan dengan arahan dari Pemerintah. Teknis pengembaliannya akan diatur lebih lanjut, antara lain kelebihan iuran tersebut akan menjadi iuran pada bulan berikutnya untuk peserta,” tandasnya. ***
Sumber: Merdeka.com
Editir : amran