Pekanbaru – Pendekatan Restorative Justice merupakan pendekatan dalam penyelesaian masalah yang menekankan pada pemulihan kerugian korban dan pemulihan hubungan antara pelaku dengan korban serta komunitasnya masing-masing.
Demikianlah Ungkap Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Akmal Abbas, SH., MH., saat menjadi narasumber dalam kegiatan Dialog Kebangsaan di Aula Pustaka Universitas Lancang Kuning (Unilak). Senin (19/9/2022)
Hadir dalam kegiatan yang mengangkat tema “Restorative Justice Sebagai Jalan Menuju Keadilan Dalam Masyarakat Terkait Penyelesaian Hukum Di Provinsi Riau” antara Kapolda Riau yang diwakili oleh Reskrimsus Polda Riau Kombes Pol Ferry Irawan, Dekan Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Dr. Fahmi, SH., MH, Anggota DPR RI Effendi Sianipar, Badan Eksekutif Mahasiswa Unilak.
Berdasarkan konfirmasi awak media ini ke Kasipenkum Kejati Riau Bambang Heripurwanto SH.MH, dalam kegiatan Dialog Kebangsaan ini, selanjutnya Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Akmal Abbas, SH., MH menjelaskan Pengertian dan Tujuan Pelaksanaan Restorative Justice menurut Peraturan Kejaksaan RI No.15 Tahun 2020 bahwa Keadilan Restorative adalah penyelesaan perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/keluarga korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.
Lebih lanjut, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau juga menjelaskan asas pelaksanan Restorative Justice adalah keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir serta cepat, sederhana dan biaya ringan.
Kemudian di paparkan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Akmal Abbas, SH., MH., yakni syarat-syarat penerapan Restorative Justice yaitu tersangka baru pertamakali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5(lima) tahun dan tindak pidana dipidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Sedangkan Pertimbangan penerapan Restorative Justice diantaranya adalah subjek, objek, kategori dan ancaman tindak pidana; latar belakang terjadinya/dilakukannya tindak pidana; tingkat ketercelaan; kerugian atau akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana; cost and benefit penanganan perkara; pemulihan kembali pada keadaan semula; dan adanya perdamaian antara korban dan tersangka.
Untuk diketahui, sambung Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Akmal Abbas, SH., MH., saat ini Kejaksaan Tinggi Riau sudah menyelelesaikan 37 (Tiga Puluh Tujuh) perkara/kasus dengan pendekatan Restorative Justice.
Restorative Justice yang utama bukan perdamaian, namun esensi Restorative Justice adalah pemulihan. Pemulihan bagi korban, pelaku maupun masyarakat.
Dalam kegiatan dialog kebangsaan di Universitas Lancang Kuning tersebut mengikuti secara ketat protokol kesehatan (prokes). (Hen)