Jakarta- Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 dari 9 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Berdasarkan siaran pers Nomor: PR – 1718/163/K.3/Kph.3/10/2022 yang di sampaikan Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH.MH., ke media Sumatratimes.co.id, Senin (31/10/2022).
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta, Direktur Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara, Ketertiban Umum, dan Tindak Pidana Umum Lainnya (Kamnegtibum dan TPUL) Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Adapun 8 (delapan) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
Tersangka APRIANTI binti ALI KOMSIT dari Kejaksaan Negeri Prabumulih yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka MAMTA KULKARNI binti RUSLI SAARI dari Kejaksaan Negeri Prabumulih yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka WAHYUDIN bin SAHURI dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka STIAWAN CHANDRA PUTRA bin ZULKARNAIN dari Kejaksaan Negeri Kota Tangerang yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka IRWANSYAH alias IIR dari Kejaksaan Negeri Simalungun yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka DARWIN ARITONANG dari Kejaksaan Negeri Simalungun yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka SATRIO dari Kejaksaan Negeri Langkat yang disangka melanggar Pasal 111 atau Pasal 107 huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Tersangka TOKID dari Kejaksaan Negeri Langkat yang disangka melanggar Pasal 107 huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Sementara berkas perkara atas nama Tersangka TUP BAHRUDIN bin SOBRI (alm) dari Kejaksaan Negeri Lampung Selatan yang disangka melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, tidak dikabulkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Hen)