Jakarta – Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice),
Hal itu disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung Dr Ketut Sumedana SH., MH., Rabu (1/3/2023) saat siaran pers. Adapun 8 (delapan) permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice), yaitu:
Tersangka JUNARTO als UCUP bin BEJO dari Kejaksaan Negeri Kota Semarang yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka HEKMAN alias MEONG dari Kejaksaan Negeri Donggala yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka DWI ERWAN EFENDI alias WAWAN bin KADAM dari Kejaksaan Negeri Kota Madiun yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka MOHAMAD SHODAKOH alias MAD bin H. DUL NGALIM dari Kejaksaan Negeri Ponorogo yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
Tersangka ANITA RAHMAWATI binti HASBULLA dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian.
Tersangka WARJONO AJI alias KEBO bin BUNAJI dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka AGUS SUTIYONO bin (alm) RANI dari Kejaksaan Negeri Trenggalek yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka GOVINDA DEMY anak dari YOHANES ASENG dari Kejaksaan Negeri Barito Selatan yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP tentang Penggelapan Dalam Jabatan subsidair Pasal 372 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP tentang Penggelapan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.” Sumber Puskenkum Kejagung” ( Hen Riau)