Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 10 dari 12 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaaan Agung Dr. Ketut Sumedana Rabu (6/12/2023).
Dalam siaran persnya disampaikan, adapun 10 dari 12 permohonan yang dihentikan berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
1. Tersangka Abdul Rahman alias Aman dari Kejaksaan Negeri Tidore Kepulauan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Alparis Stom alias Paris dari Kejaksaan Negeri Halmahera Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Abianto Buulolo alias Bapak Tristan Buulolo dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Alokman alias Pak Sining bin Jimat dari Kejaksaan Negeri Sambas, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Iwan Ridwan bin Dede Sungkana dari Kejaksaan Negeri Garut, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka Awan Beni Prakoso bin Heriyanto dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
7. Tersangka Supardi bin (Alm.) Suari dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Timur, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat ke-1 KUHP tentang Penadahan.
8. Tersangka Olwan Hilmi alias Owan dari Kejaksaan Negeri Boalemo, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka Yamin Alimullah alias Yamin dari Kejaksaan Negeri Boalemo, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
10. Tersangka Yamin Alimullah alias Yamin dari Kejaksaan Negeri Boalemo, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Kemudian dipaparkan Ketut, adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Sementara berkas perkara atas nama 2 orang Tersangka tidak dikabulkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
Tersangka Rahmad Suganda alias Amat bin Sukarman dari Kejaksaan Negeri Sanggau, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Noffi Setio Cahyono dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan/atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Kedua Tersangka tidak dikabulkan permohonannya krena perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum., Titip Kapuspenkum Ketut Sumedana. (Hendri).