Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 19 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Berdasarkan siaran pers, Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana Senin (18/12/2023) menjabarkan adapun 19 Perkara yang dihentikan yaitu:
1. Tersangka Rahnuddin bin Baniamin dari Kejaksaan Negeri Bengkalis, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.
2. Tersangka Romy Aulama alias Romi bin (Alm) Rahmad Syah dari Kejaksaan Negeri Dumai, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
3. Tersangka Arianto Manullang alias Manullang dari Kejaksaan Negeri Siak, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Dwi Aliv Rokhimanto alias Aliv bin Suratno dari Kejaksaan Negeri Sleman, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
5. Tersangka Muhammad Nurwachid dari Kejaksaan Negeri Sleman, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
6. Tersangka Muhammad Sabri Dermawan alias Sabri bin Mohlis Raya dari Kejaksaan Negeri Kapuas Hulu, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
7. Tersangka Eryan Dano bin Conmasy Arles dari Kejaksaan Negeri Seluma, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
8. Tersangka Aap Mohlingga bin Alkodri dari Kejaksaan Negeri Bengkulu, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
9. Tersangka Aldi Hiola alias Aldi dari Kejaksaan Negeri Bolaang Mongondow Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
10. Tersangka Zainudin Dumbela alias Udin dari Kejaksaan Negeri Bolaang Mongondow Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
11. Tersangka Budiono Teguh Najoan dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka Jonly Rumondor alias Jonly dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
13. Tersangka Nur Ikhsan Tatunoh dari Kejaksaan Negeri Minahasa Utara, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
14. Tersangka Euis Tuti binti Alm Ahmad Suripman dari Kejaksaan Negeri Cimahi, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
15. Tersangka Andi Muhammad Aidil Adha bin Andi Affah dari Kejaksaan Negeri Balikpapan, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
16. Tersangka Rusdianto Palid alias Soni dari Kejaksaan Negeri Gorontalo Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP Subsider Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
17. Tersangka Siska Nusi alias Ika dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan Dalam Jabatan Subsider Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan Jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 64 KUHP.
18. Tersangka I Suleman N Ikano alias Sofyan, Tersangka II Siden Nusi alias Side, Tersangka III Usman Abudullah alias Upik Tersangka IV Islamudin Usman alias Opan dan Tersangka V Suleman Badu dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan Subsider Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan Jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 64 KUHP.
19. Tersangka Muh Agung alias Agung bin Dewanto dari Kejaksaan Negeri Sidenreng Rappang, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP Subsider Pasal 362 KUHP Jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP.
Kemudian dijelaskan Ketut, adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, tutur Ketut Sumedana ( redaksi)