SumatraTimes.co.id – Komisi IX DPR meminta kasus anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) yang dibuang ke laut oleh kapal berbendera China harus dilakukan investigasi berdasar hukum internasional.
Anggota Komisi IX DPR Muchamad Nabil Haroen, meminta Pemerintah Indonesia serius melakukan investigasi berdasarkan hukum yang berlaku. Jangan sampai, kata Nabil Haroen, ada perbudakan modern (modern slavery) yang kita tidak tahu, bahkan ada pembiaran.
“Membuang jasad ABK Indonesia yang sakit dan meninggal itu sungguh perilaku biadab dan pelecehan terhadap Indonesia,” kata Anggota Komisi IX DPR Muchamad Nabil Haroen, Jumat (8/5/2020).
Politikus PDIP ini mengecam keras tindakan brutal pembuangan jasad ABK di laut. Dia pun mendesakkan sanksi tegas kepada k untuk mengonfirmasi hal ini dan saya kira perlu ada tindakan progresif dari Pemerintah RI,” kata dia.
Selain itu, menurut Nabil, Kementerian Ketenagakerjaan dan dinas terkait harus lebih serius meningkatkan edukasi dan kualitas tenaga kerja, agar tidak terjebak pada perbudakan modern.
“Jika pemerintah tidak aware terhadap kasus perbudakan modern yang membahayakan WNI, itu bentuk pengingkaran kepada undang-undang,” kata dia.
Anggota Komisi I DPR Muhammad Iqbal meminta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) segera memulangkan 14 ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal asing berbendera China itu. Pemilik kapal juga harus memenuhi hak-hak ABK yang terabaikan, seperti upah dan lainnya.
“Saya prihatin dan berduka cita atas meninggalnya empat ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal perusahaan Republik Rakyat (China) Tiongkok (RRT), di mana tiga jenazah dilarungkan ke laut,” kata dia.
Iqbal juga mendesak Kemlu segera memanggil Dubes RRT untuk meminta penjelasan alasan pelarungan jenazah ABK Indonesia, serta praktik kerja dan perlakukan tidak manusiawi yang dialami ABK asal Indonesia.
“Kami juga meminta Kemlu agar mendesak RRT untuk menindak para pelaku dan pemilik kapal dengan hukuman berat,” kata dia.
Menurut Iqbal, apa yang terjadi kepada para ABK itu merupakan praktik perbudakan, dan bukan tidak mungkin masih banyak ABK lain mengalami hal yang sama.
“Maka, kami meminta pemerintah menjadikan tragedi kemanusiaan di kapal RRT itu sebagai momentum untuk mendata kembali semua pekerja migran kita di luar negeri, khususnya mereka yang bekerja di kapal agar kejadian itu tidak terulang,” kata dia.
Terkait kasus ini, pihaknya juga meminta pemerintah membantu agar hak santunan kematian dapat diterima oleh ahli waris atau keluarga korban sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7/2000 tentang Kepelautan.
“Di Pasal 31 ayat 2 dijelaskan bahwa jika awak kapal meninggal dunia maka pengusaha angkutan perairan wajib membayar santunan. Hak-hak ABK asal Indonesia yang lain juga harus dipenuhi oleh perusahaan yang mempekerjakan mereka,” kata dia.***
Sumber: sindonews.com
Editor: amran