Jakarta – Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 10 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice), yaitu:
Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH.MH., dalam siaran pers Rabu (25/1/2023) menyampaikan ke awak media adapun 10 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice), yaitu:
Tersangka HARISMAL PULUNGAN bin USMAN dari Kejaksaan Negeri Sumedang yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka IIS CHOIRUL WULANDARI binti ABDUL MUBIN dari Kejaksaan Negeri Sumedang yang disangka melanggar Pertama Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka AHMAD AINUN NAIM bin SAMIUN darI Kejaksaan Negeri Pati yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 atau Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan Jalan dan Lalu Lintas.
Tersangka SABARUDDIN AHMAD SAMOSIR dari Kejaksaan Negeri Asahan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka LAMHOT PARULIAN SIANTURI dari Cabang Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara di Siborongborong yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka MUSTAMI’IN bin HUSNI dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka M. ARDA RIAN PRAYOGI bin SUGIO dari Kejaksaan Negeri Batam yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka JULIANUS SIREGAR dari Kejaksaan Negeri Bintan yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka STEVANI RUTH WARU dari Kejaksaan Negeri Biak Numfor yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka BUDIMAN alias BUDI bin ALI dari Kejaksaan Negeri Soppeng yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.” Sumber Puspenkum Kejagung” (Hen Riau)