Jakarta – Dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022, telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) di tingkat KASASI.
Hal itu disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH., MH., saat siaran pers ke awak media. Kamis (15/6/2023).
Lima (5) orang Terdakwa telah dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu 5 – 8 tahun. Ungkap Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.
Dalam putusan perkara ini lanjutnya lagi, terdapat satu hal yang sangat penting yaitu Majelis Hakim memandang perbuatan para Terpidana adalah merupakan aksi korporasi.
Oleh karenanya, Majelis Hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi (tempat dimana para Terpidana bekerja).
Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya, ujar Ketut
Berdasarkan hal tersebut, dalam rangka menegakkan keadilan, Kejaksaan Agung segera mengambil langkah penegakan hukum dengan melakukan penyidikan korporasi, guna menuntut pertanggungjawaban pidana serta untuk memulihkan keuangan negara.
Dari hasil penyidikan, terdapat 3 korporasi yang ditetapkan sebagai Tersangka yaitu:
1. WILMAR GRUP
2. PERMATA HIJAU GRUP
3. MUSIM MAS GRUP
Sebagaimana diketahui, Negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp6,47 Triliun akibat perkara ini.
Selain itu, perbuatan para Terpidana juga telah menimbulkan dampak siginifikan, yaitu terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan masyarakat khususnya terhadap komoditi minyak goreng.
Akibatnya, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, Negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai sebesar Rp6,19 Triliun, pungkas Kapuspenkum Kejagung. (Hendri)