Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 17 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Penghentian 17 Perkara RJ tersebut disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana. Senin ( 27/11/2023).
Dijelaskan oleh Kapuspenkum Ketut Sumedana, adapun ke 17 Perkara RJ tersebut yaitu:
1. Tersangka Muhammad Murfid Nurkolis bin Khuldi dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP.
2. Tersangka M. Dahlan bin Isa Ansori dari Kejaksaan Negeri Majalengka, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
3. Tersangka Yulianto bin Syawal dari Kejaksaan Negeri Majalengka, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian atau Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.
4. Tersangka Supiansyah bin Abdullah dari Kejaksaan Negeri Balikpapan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Eviana Suliling anak dari Rangan dari Kejaksaan Negeri Kutai Kartanegara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Budi Handono alias Budi bin Tahir dari Kejaksaan Negeri Nunukan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Sri Wahyuni alias Ama binti Jumain dari Kejaksaan Negeri Tarakan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Muhammad Zulkarnain bin Edi Susanto dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
9. Tersangka Rahman dg Lallo bin Rajadewa dari Kejaksaan Negeri Jeneponto, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-1 tentang Pencurian dengan Pemberatan Jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP.
10. Tersangka Bulla bin Dukke dari Kejaksaan Negeri Bone, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP tentang Penganiayaan.
11. Tersangka Rudianto Lambe alias Pong Melan dari Cabang Kejaksaan Negeri Tana Toraja di Rantepao, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka Karmel Apyatar Nesfinit dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Kupang, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
13. Tersangka dr. Untung Rihadi dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, yang disangka melanggar Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 385 KUHP tentang Penyerobotan Tanah atau Pasal 167 KUHP tentang Memasuki Wilayah Rumah Tanpa Izin.
14. Tersangka I Abdul Soleh dan Tersangka II Boimin dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, yang disangka melanggar Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 385 KUHP tentang Penyerobotan Tanah atau Pasal 167 KUHP tentang Memasuki Wilayah Rumah Tanpa Izin.
15. Tersangka I Anton Mote dan Tersangka II Benyamin Keiya alias Ben dari Kejaksaan Negeri Nabire, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (2) ke-1 KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 351 Ayat (1) Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
16. Tersangka Sunaryo bin Rusman dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 188 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kebakaran.
17. Tersangka Andi Kurniawan bin Ramiah dari Kejaksaan Negeri Berau, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan atau Pasal 362 KUHP tentang Pencurian atau Pasal 107 huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Jo. Pasal 55 KUHP.
Kemudian di paparkan Ketut, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, jelas Kapuspenkum Ketut Sumedana. (redaksi)