Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Plt. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Leonard Eben Ezer Simanjuntak, S.H., M.H. memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 8 dari 12 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Dalam keterangan persnya Rabu (5/6/2024), Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana menyampaikan ke awak media, adapun ke 8 perkara yang dihentikan yaitu:
1. Tersangka Marshal Kelly Mahuze alias Kelly dari Kejaksaan Negeri Merauke, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
2. Tersangka Maklon Iroan Ambokari alias Iro dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Yapen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Nur Afni binti Herman dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
4. Tersangka Siba binti La Rave dari Kejaksaan Negeri Wakatobi, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Wa Ode Neni Gustina alias Neni binti La Ode Tomo dari Kejaksaan Negeri Wakatobi, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Malasari alias Mami Mala binti Mamin dari Kejaksaan Negeri Luwu, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
7. Tersangka Anton Purwanto bin Hadi Suyanto dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
8. Tersangka Afreza Akbar Nugraha alias Reza bin Arpi Suherman dari Kejaksaan Negeri Kota Tangerang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Dijelaskan Ketut, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– Pertimbangan sosiologis;
– Masyarakat merespon positif.
Sementara berkas perkara atas nama 2 orang Tersangka tidak dikabulkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
1. Tersangka Ansar alias Ahong dari Kejaksaan Negeri Kendari, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
2. Tersangka Feri Sandi alias Feri dari Kejaksaan Negeri Kendari, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
3. Tersangka Nyoman Batol alias Batol dari Kejaksaan Negeri Kendari, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
4. Tersangka Samrudin alias Rudi dari Kejaksaan Negeri Kendari, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Keempat Tersangka tidak dikabulkan permohonannya karena perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, terang Kapuspenkum Ketut Sumedana.
Selanjutnya, Plt. JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (redaksi)