Pekanbaru – Kepala Kejaksaan Tinggi Riau diruangan rapat memimpin pelaksanaan Video Conference Ekspose Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dengan Dir. Oharda Nanang Ibrahim Soleh, SH., MH.
Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Riau melalui Plh. Kasi Penerangan Hukum Kejati Riau, Iwan Roy Carles, SH., MH., menyampaikan adapun yang hadir saat Ekspose Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yaitu Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau Dr. Silpia Rosalina, SH., MH beserta Koordinator dan Kasi pada Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau.
Menurut Plh. Kasi Penerangan Hukum Kejati Riau, Iwan Roy Carles, SH., MH., adapun 2 (dua) perkara yang diajukan tersebut :
1. Atas nama Tersangka Mahyudin dari Kejari Indragiri Hulu
Tersangka sepatutnya menduga barang yang dititipkan/dijual kepadanya oleh Sdr. Jumadi Akrizal (Akri/DPO) berupa 1 unit sepeda motor tanpa dilengkapi surat/no pol adalah barang dari hasil kejahatan.
Perbuatan tersebut sebagaimana telah diatur dan diancam pidana dalam pasal 480 ke-1 KUHP.
Setelah penyidikan dinyatakan lengkap dan kemudian difasilitasi oleh Jaksa Fasilitator untuk berdamai, para pihak pada tanggal 05 Juni 2024 yang disaksikan tokoh masyarakat setempat bersepakat melakukan perdamaian dengan syarat berupa pengembalian sepeda motor dan uang pemulihan sebesar Rp. 5 juta yang dilaksanakan di Kantor Kejari Inhu.
2. Atas nama Tersangka Lidiyansa dari Kejari Indargiri Hilir
Tersangka saat mencukur jenggot disulut emosi sesaat karena dimarahi oleh Saksi Korban karena masuk kamar Saksi Korban tanpa ijin. Seketika itu Tersangka yang dalam keadaan marah langsung memukuli Saksi Korban di Kamar Mandi Saksi Korban sehingga mengakibatkan luka-luka. Tersangka merupakan teman satu kos dan se perantuan dengan Saksi Korban.
Perbuatan Tersangka sebagaimana telah diatur dan diancam pidana dalam pasal 351 ayat(1) KUHP.
Setelah penyidikan dinyatakan lengkap dan kemudian difasilitasi oleh Jaksa Fasilitator untuk berdamai, para pihak pada tanggal 05 Juni 2024 yang disaksikan tokoh masyarakat setempat bersepakat melakukan perdamaian tanpa syarat yang dilaksanakan di Kantor Kejari Inhil.
Pengajuan 2 (dua) perkara untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif Justice disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI dengan pertimbangan telah memenuhi Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 Tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, ujar Plh. Kasi Penerangan Hukum Kejati Riau, Iwan Roy Carles, SH., MH
Dijelaskan, alasan pemberian penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif ini diberikan yaitu :
1. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf kepada korban dan korban sudah memberikan maaf kepada tersangka;
2. Tersangka belum pernah dihukum;
3. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
4. Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun;
5. Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya;
6. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela (tanpa syarat) dimana kedua belah pihak sudah saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan;
7. Masyarakat merespon positif penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Selanjutnya Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu dan Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif justice sebagai perwujudan kepastian hukum berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, tutup Plh. Kasi Penerangan Hukum Kejati Riau, Iwan Roy Carles, SH., MH. (redaksi)