Ini disampaikan Mendikbud Muhadjir Effendi, dalam Rapat Koordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi dan jajarannya di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), di Jakarta, Jum’at, 14 Juni 2019.
Mendikbud menegaskan pendekatan zonasi tidak hanya digunakan untuk PPDB saja, tetapi juga untuk membenahi berbagai standar nasional pendidikan.
“Mulai dari kurikulum, sebaran guru, sebaran peserta didik, kemudian kualitas sarana prasarana. Semuanya nanti akan ditangani berbasis zonasi,” ujar Mendikbud.
Penerapan sistem zonasi, lanjut Mendikbud, untuk pemerataan pendidikan yang berkualitas. “Sehingga diharapkan dapat mengatasi persoalan ketimpangan di masyarakat,” ucapnya.
Mendatang, redistribusi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan akan menggunakan pendekatan zonasi, hal ini diharapkan dapat mempercepat pemerataan kualitas pendidikan.
Menurut Mendikbud, setiap sekolah harus mendapatkan guru-guru dengan kualitas yang sama baiknya. Rotasi guru di dalam zona menjadi keniscayaan sesuai dengan amanat Undang-Undang.
“Pemerataan guru diprioritaskan di dalam setiap zona itu. Apabila ternyata masih ada kekurangan, guru akan dirotasi antarzona. Rotasi guru antarkabupaten/kota baru dilakukan jika penyebaran guru benar-benar tidak imbang dan tidak ada guru dari dalam kabupaten itu yang tersedia untuk dirotasi,” terangnya.
Mendikbud menegaskan penerapan PPDB yang menyimpang dari Permendikbud tidak dibenarkan. Sanksi akan diberikan sesuai peraturan yang berlaku, seperti teguran tertulis “Sampai dengan penyesuaian alokasi atau penggunaan anggaran pendidikan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” kata Mendikbud.
Kendati demikian, Mendikbud menyampaikan penetapan zonasi itu prinsipnya fleksibel dan melampaui batas-batas wilayah administratif. Misalkan kendala akses ataupun daya tampung sekolah, maka sangat dimungkinkan pelebaran zona sesuai situasi dan kondisi di lapangan.
Kemendikbud tidak mengatur sampai detil sehingga pemerintah daerah dapat menyusun petunjuk teknis dengan lebih baik. “Jadi, kalau memang daerah ada kondisi tertentu, cukup ada perjanjian kerja sama antar pemerintah daerah mengenai hal ini,” ujarnya.
Dijelaskan, pendekatan zonasi yang dimulai dari penerimaan siswa baru dimaksudkan memberikan akses lebih setara dan berkeadilan kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kemampuan ataupun perbedaan status sosial ekonomi.
“Anak bangsa memiliki hak yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi, hak ekslusif, kompetisi yang berlebihan untuk mendapatkan layanan pemerintah. Sekolah negeri itu memproduksi layanan publik. Cirinya harus non excludable, non rivarly, dan non discrimination,” ungkapnya.
Dalam kesempatan sama, Mendikbud meminta ketegasan dinas pendidikan menindak sekolah swasta yang tidak memberikan layanan baik kepada siswa, khususnya yang terindikasi hanya beroperasi demi mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah.
“Kalau anak tidak mendapatkan pendidikan yang baik, yang menanggung bebannya bukan sekolahnya, tetapi negara dan masyarakat,” ucap Muhadjir, sebagai mana diberitakan kompas.com.
Maka itu, Mendikbud, memohon agar dinas pendidikan juga dapat memberikan perhatian dan pembinaan sekolah-sekolah swasta di wilayahnya.
“Semestinya, sekolah swasta bisa memberi nilai tambah bagi masyarakat, yang tidak ada di sekolah negeri,” tambahnya.
Mendikbud juga meminta agar orang tua tidak perlu resah dan khawatir berlebihan dengan penerapan zonasi pendidikan pada PPDB. Ia mengajak para orang tua agar dapat mengubah cara pandang dan pola pikir terkait ‘sekolah favorit atau unggulan’. Ia memahami masyarakat masih resisten dengan konsep ini.
Dikatakan Mendikbud, jangan sampai sekolah mengklaim sebagai unggulan hanya karena menerima anak-anak yang pandai dan umumnya dari keluarga dengan ekonomi menengah ke atas yang mampu memberikan fasilitas penunjang belajar anak.
“Prestasi itu tidak diukur dari asal sekolah, tetapi masing-masing individu anak yang akan menentukan prestasi dan masa depannya. Pada dasarnya setiap anak itu punya keistimewaan dan keunikannya sendiri. Dan kalau itu dikembangkan secara baik itu akan menjadi modal untuk masa depan,” ujar Muhadjir Effendy.
Ke depan, kata Mendikbud,yang unggul itu individu-individunya. “Sekolah hanya memfasilitasi belajar siswa,” tambahnya.
Pendekatan zonasi erat kaitannya dengan penguatan pendidikan karakter. Dijelaskan Mendikbud, sesuai ajaran Ki Hajar Dewantara, pemerintah mendorong sinergi antara pihak sekolah (guru), rumah (orang tua), dan lingkungan sekitar (masyarakat).
Ekosistem pendidikan yang baik tersebut diyakini dapat mudah diwujudkan melalui pendekatan zonasi. “Orang tua dan masyarakat sekitar harus ikut terlibat dalam pendidikan karakter,” katanya. (ST2)
Editor : ST2