SumatraTimes.co.id – Menteri Sosial Juliari Peter Batubara mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Rasuna Said, Jakarta, pukul 03.00 Minggu dini hari (6/12/2020).
Kedatangan Juliari, hanya beberapa jam setelah KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka kasus suap terkait dana bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19.
Saat tiba di gedung KPK, Juliari tidak memberikan keterangan apa pun kepada wartawan. Dia hanya melambaikan tangan dan berlalu menuju lantai dua gedung KPK.
Juliari akan menjalani pemeriksaan satu kali 24 jam, untuk menentukan bakal ditahan atau tidak.
Sebelum Menteri Sosial menyerahkan diri ke KPK, Ketua KPK Firli Bahuri telah menggelar konferensi pers terkait dengan OTT pejabat Kemensos.
Dalam konpres tersebut Firli Bahuri memaparkan kronologi operasi tangkap tangan terhadap beberapa pejabat Kemensos dan pihak swasta.
KPK juga memperlihatkan sejumlah barang bukti, dugaan suap pengadaan barang atau jasa terkait bansos penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial.
Barang bukti yang diperlihatkan oleh KPK berupa uang senilai Rp14,5 milyar yang terdiri dari pecahan mata uang rupiah, dolar Amerika dan pecahan uang dolar Singapura.
Seluruh uang ini dimasukkan dalam 7 buah koper, tas ransel dan amplop.
Sempat Buron
KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara (JPB) sebagai tersangka korupsi program bantuan sosial penanganan virus corona (Covid-19). Selain itu, lembaga antirasuah juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka.
“Sebagai pemberi AIM, HS,” ujar Firli, Minggu (6/12) dini hari.
Empat tersangka lainnya dalam kasus ini antara lain, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.
Kasus dugaan korupsi ini terbongkar lewat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang. Mereka yang diamankan antara lain Matheus, Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama Wan Guntar, Ardian, Harry, dan Sanjaya pihak swasta, serta Sekretaris di Kemenso Shelvy N.
Dalam operasi senyap tersebut, tim penindakan KPK turut mengamankan uang sekitar Rp14,5 miliar yang terdiri dari pecahan rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura. Uang disimpan di dalam 7 koper, 3 tas ransel dan amplop kecil yang disiapkan Ardian dan Harry.
Firli menyebut telah disepakati fee sebesar Rp10 ribu per paket bansos yang diduga diterima Juliari. Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar yang diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi politikus PDIP tersebut.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.
Selaku penerima, Juliari dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selaku pemberi, Ardian dan Harry dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Adi dan Matheus dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.***
Sumber: CNN Indonesia/Kompas.com
Editor: amran