Jakarta- Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 6 (enam) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Selasa (23/8/ 2022).
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Kapuspenkum Kejagung RI Dr. Ketut Sumedana SH. MH dalam siaran pers Nomor: PR-1310/136/K.3/Kph.3/08/2022 menyampaikan kepada awak media adapun 6 (enam) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:
Tersangka KA. ALFANDI MARHAN SYAHPUTRA bin KA. MARIKO ZULFANO dari Kejaksaan Negeri Metro yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka RIECKO FEBRY ZAKARIA TUGIYANTO alias RIECKO bin TUGIYANTO dari Kejaksaan Negeri Kudus yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka TAMBAH bin RISDIATO dari Kejaksaan Negeri Banjarnegara yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka SUYATNO alias YATNO bin PARYONO dari Kejaksaan Negeri Banjarnegara yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka ALBERT SIBARANI als PAK DESI dari Kejaksaan Negeri Rokan Hulu yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 jo. Pasal 5 huruf a UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka MUHAMMAD SUPIANI alias SUPIANI bin MAT ALI dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan; subsidair Pasal 212 KUHP tentang Kekerasan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan yaitu:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, Pertimbangan sosiologis dan Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1/Hen)