Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH.MH., saat siaran pers Kamis (22/12/2022) menyampaikan ke awak media adapun 8 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
Tersangka NURI HANDAYANI dari Kejaksaan Negeri Blitar yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka MARJONIS bin JONO DAULAY dari Kejaksaan Negeri Kota Probolinggo yang disangka melanggar Pasal 311 Ayat (3) atau Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka ZAINUL GOEFRON bin ACHMAD GOENAWAN dari Kejaksaan Negeri Surabaya yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka HOIRUL ANAM bin SOIM dari Kejaksaan Negeri Surabaya yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka I ONISIMUS MADUBUN dan Tersangka II LEA MADUBUN dari Kejaksaan Negeri Tual yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP.
Tersangka MISAEL JAMLAAY dari Kejaksaan Negeri Tual yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP.
Tersangka MUSTARIN DG. LAU bin JALANGKARA DG. SIKKI dari Kejaksaan Negeri Pangkajene Kepulauan yang disangka melanggar Pasal 406 Ayat (2) KUHP tentang Perusakan.
Tersangka KAMAL DJENAAN dari Kejaksaan Negeri Halmahera Timur yang disangka melanggar Pasal 284 Ayat (1) ke-1 huruf (a) KUHP jo. Pasal 64 KUHP tentang Perzinahan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. ” Sumber Puspenkum Kejagung” (Hen Riau)