Jakarta – Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH.MH., saat siaran pers Selasa (27/12/2022) menyampaikan ke awak media adapun Saksi saksi yang di periksa yaitu;
Adapun 8 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
Tersangka MISRAN als IMIS bin MUKRI (Alm) dari Kejaksaan Negeri Tabalong yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka BUJANG alias BUJANG BAKAR bin BAKAR (Alm) dari Kejaksaan Negeri Mempawah yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka IVO MARYAM alias IVO dari Kejaksaan Negeri Kendari yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka MUSLIH alias MUSLI bin MUSLIMIN dari Kejaksaan Negeri Parepare yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka IRFAN EFENDI SH.i., bin HAJI PATTAWE dari Kejaksaan Negeri Pangkajene Kepulauan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka HALID ASIARI alias HALID dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka ARIF SUBIANTO bin SUMARDI dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka NAUFAL RISALDY HAFIZHAEDRIS bin ISA EDRIS dari Kejaksaan Negeri Surabaya yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. ” Sumber Puspenkum Kejagung” (Hen Riau)