Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 10 dari 11 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Demikian penyampaian Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH., MH., saat siaran pers Rabu (10/5/2023). Adapun 10 dari 11 permohonan yang di setujui tersebut yaitu:
1. Tersangka ULAM SAID bin ALMI dari Cabang Kejaksaan Negeri Tanggamus di Talang Padang yang disangka melanggar Pasal 480 ke-2 KUHP tentang Penadahan.
2 Tersangka NOVA SARI binti ZAINAL ABIDIN dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
3. Tersangka HARIADI alias ARI alias PULUNG dari Kejaksaan Negeri Mataram yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4. Tersangka MUHAMMAD IRSAL, S.H bin alm SULAIMAN dari Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang yang disangka melanggar Pasal 77B Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 49 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
5. Tersangka SUHAERI als BACIL bin SANA dari Kejaksaan Negeri Sumedang yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
6. Tersangka AANG HERDIANA dari Kejaksaan Negeri Sumedang yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
7. Tersangka MOCHAMMAD YOGA PRATAMA BUDIMAN Kejaksaan Negeri Kota Bandung yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka FIRMANSYAH alias ALDO dari Kejaksaan Negeri Pematang Siantar yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
9. Tersangka WILMA ARDILLA dari Kejaksaan Negeri Tanjung Balai yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (1) KUHP tentang Pencemaran Nama Baik.
10. Tersangka REXY ARDA GUSEMA alias REXY dari Kejaksaan Negeri Tanjung Balai yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Seperti biasa, sambung Kapuspenkum, Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Sementara berkas perkara atas nama Tersangka ROLAND SIMBOLON dari Kejaksaan Negeri Asahan yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, ungkap Ketut Sumedana
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. ( Hen)