Jakarta – Bonyamin Bin Saiman (Detektif Partikelir) membuat dan melayangkan Laporan Dugaan Korupsi Dalam Penerbitan Hak Atas Tanah Berupa SHGB/SHM Di Wilayah Laut Kabupaten Tangerang Tahun 2023-2024 ke Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejagung RI Dr. Abdul Qohar AF., SH.
Dalam surat Nomor : 11/DP-DUMAS/I/2025 Jakarta, 30 Januari 2025 tersebut Bonyamin Bin Saiman (Detektif Partikelir) menyampaikan bahwa dirinya telah melakukan Pengaduan Masyarakat atas terjadinya Dugaan Korupsi Dalam Penerbitan Hak Atas Tanah Berupa SHGB/SHM Di Wilayah Laut Kabupaten Tangerang Tahun 2023-2024 ( popular dengan sebutan PAGAR LAUT (lahan laut yang dibangun pagar dari bambu).
Adapun dasar pelaporan yaitu:
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi :
” Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.”
Data dan Dokumen Pendukung antaranya Saksi-saksi :
1. BI, Warga Desa Tanjung Burung
2. SG, warga Desa Pangkalan
3. ME , warga Desa Teluk Naga.
Bukti : Dokumen Akta Jual Beli Hak Milik Adat Berdasar Buku C Desa Tanjung Burung ( terlampir )
Sejatinya, sebelum ramai pagar laut hingga munculnya bukti kepemilikan lahan yang kondisinya laut, di kawasan pesisir utara Kabupaten Tangerang pernah ramai fenomena ‘jual air’ dan ‘sulap’ hak garap. Fenomena ini terjadi pada kurun 2012 – 2022, terang Bonyamin Bin Saiman (Detektif Partikelir) melalui pers rilisnya Kamis (30/1/2025)
Lanjutnya, Hak garap yang dimaksud merujuk pada kepemilikan atas lahan-lahan timbul akibat sedimentasi di kawasan pesisir utara Kabupaten Tangerang yang diterbitkan kepala desa setempat dengan titi mangsa 1980-2000.
Celakanya sambung Bonyamin Bin Saiman (Detektif Partikelir) seiring waktu, tingkat kepentingan terhadap kepemilikan hak garap atas tanah timbul menjadi semakin tinggi. Hal tersebut diduga akibat tersiarnya rencana reklamasi di kawasan pesisir utara Kabupaten Tangerang seperti termaktub dalam Perda 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang yang di kemudian hari rencana reklamasi tersebut ternyata dimoratorium.
Saksi-saksi :
1. IB seorang pemilik hak garap tanah timbul di Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluk Naga,:
– Megungkapkan, pada kurun 2011-an, di wilayah Utara Kabupaten Tangerang para pialang tanah sudah berkeliaran membeli lembaran-lembaran hak garap.
– Pada saat pembuatan surat (hak garap) tanah timbul tahun 83-84 sampai 2000 itu sudah jadi daratan. Dibuatkan hak garap. Dijadikan tambak dan empang. Tapi begitu ganti lurah, tetap dikeluarkan hak garap tapi kondisinya masih air (laut) sampai sekarang,” kata I.
IB juga menepis di wilayahnya terjadi abrasi. Menurutnya, justru wilayah Tanjung Burung, Tanjung Pasir yang ada di Kecamatan Teluk Naga dan Desa Kohod yang ada di Pakuhaji yang terjadi adalah sedimentasi. Jika melihat kondisi geografis, ketiga wilayah tersebut berada di Muara Sungai Cisadane. Sebenarnya nambah (sedimentasi). Gak ada abrasi itu. Sebenarnya nambah. Bohong itu. Dari Tanjung Pasir, Tanjung Burung, Kohod, itu tak ada namanya abrasi. Malah nambah. Makanya orang berlomba-lomba bikin surat garapan, hanya kertas segel. Makanya dulu sempat booming terutama di Tanjung Burung, (soal) jual laut atau perbatasan tanah (darat) itu di Pulau Bokor. Gitu saya mah gak kaget dengan adanya pemagaran laut.
Selanjutnya IB juga mengungkapkan, pada awal-awal, penerbitan surat garap untuk tanah timbul akibat sedimentasi diprioritaskan untuk warga miskin. Dimana setiap warga mendapatkan satu surat garapan dengan luas garapan mencapai 5 hektar. Namun, belakangan, hak garap justru diberikan kepada keluarga dan kroni-kroni pemilik otoritas yang menerbitkan hak garap. Bahkan, kadang karena kedekatan dengan pemilik otoritas, ada satu warga bisa memiliki 2-5 surat garapan.
Pada tahun 2011-an, para broker-broker tanah mulai muncul di wilayah pesisir utara Kabupaten Tangerang dengan membeli setiap satu lembar surat garapan sebesar Rp 2-5 juta. Kemunculan para broker ini berdampak pada tumpang tindih kepemilikan surat garapan. Sehingga tak jarang setiap terjadi pergantian kepala desa maka kepemilikan atas tanah garapan pun berubah. Setiap pergantian kepala desa pasti dianulir (hak garapan). Yang belum dijual dicari petanya, dibuatkan lah (surat garapan) atas nama orang lain. Akhirnya pembuat yang lama ketutup. Karena yang berlaku (surat garapan) pemerintah desa yang sekarang
Dijelaskan Bonyamin Bin Saiman (Detektif Partikelir) kepada media ini, IB menyatakan punya surat garapan tersebut. Saya punya atas nama saya pribadi. Cuma waktu itu kan banyak orang yang ngejual kan. Dulu dibeli sama bos (broker tanah) satu lembar surat segel Rp 2 juta. Saya juga sempat ditawarin, ditanya. Berhubung, maaf saya gak khilaf duit segitu saya gak jual. Saya pikir kan saya gak bayar pajak (untuk tanah garapan ini). Nanti ajalah jualnya. Kali-kali lakunya gede. Eh, ternyata surat atas nama saya sudah di tangan bos.
Pada masa-masa itu, IB mengungkapkan, karena banyaknya orang yang membuat surat garap dengan tahun mundur, Kantor Pos di wilayahnya ‘diserbu’ warga yang mencari surat segel tahun 1980, 1990 dan 2000. Dulu mah jujur aja, di Kantor Pos Teluk Naga, Kantor Pos Tangerang gak dapat. Karena udah keabisan. Banyak yang nyari ke Kantor Pos Jakarta.
2. SG, Warga Desa Pangkalan, Kec. Tanjung Burung
– Menjelaskan peristiwa yang sama dengan IB yaitu surat hak Garapan dicabut dan dialihkan kepada pihak lain;
3. ME ( Desa Teluk Naga ),
– ME adalah penerus profesi Ayahnya bernama NJ yang jadi Jawara Pengurusan Tanah di Mauk, Pakuaji, Kronjo, Tanjung Kait dan Pulau Cangkir. Dokumen-dokumen yang diurus oleh NJ saat ini dipegang oleh ME.
Di tuangkan dalam surat laporan, Nusron Wahid, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN):
– Membatalkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas pagar misterius di laut Tangerang.
– Mengungkapkan penerbitan SHGB dan SHM pagar laut di kawasan pesisir pantai utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten, berstatus cacat prosedur dan material.
– Berdasarkan peninjauan dan pemeriksaan, area 263 bidang SHGB dan SHM yang berada di bawah laut itu berada di luar garis pantai dan tidak boleh menjadi private property. Oleh karenanya, wilayah itu tidak bisa disertifikasi.
– Mengingat ratusan sertifikat tersebut rata-rata terbitnya pada tahun 2022-2023 alias kurang dari lima tahun, SHGB dan SHM pagar laut Tangerang bisa otomatis dicabut alias batal demi hukum.
– Kementerian ATR/BPN mencatat ada 263 bidang SHGB di atas pagar laut Tangerang yang terdiri dari 234 bidang SHGB atas nama PT IAM, 20 bidang SHGB atas nama PT CIS, dan 9 bidang atas nama perseorangan. Selain itu, ada 17 bidang lainnya yang dilengkapi SHM.
– Penerbitan sertifikat tanah tersebut diduga cacad, tidak sesuai prosedur dan atau palsu. Dugaan palsu adalah pada buku, catatan atau data Girik, Leter C/D atau Warkah pada kantor Desa, Kecamatan atau BPN, yang mana dugaan perbuatan oknum2 tsb memenuhi kwalifikasi Pasal 9 UU 20 tahun 2001
Terlapor perkara ini adalah oknum paling bawah sampai tingkat atas yaitu patut diduga oknum-oknum : pejabat di pemerintahan Desa, pejabat di Kecamatan, pejabat Kabupaten Tangerang dan Pejabat di Kantor BPN Kab. Tangerang, tutup Bonyamin Bin Saiman (Detektif Swasta/ Partikelir).