SumatraTimes.co.id – Sosis merupakan salah satu makanan olahan yang banyak beredar di Indonesia. Namun, Kementerian Malaysia menyebut jika sosis bukanlah daging karena di dalamnya mengandung berbagai zat berbahaya dan tidak semua didominasi daging.
Beberapa zat tersebut di antaranya MSG, pengawet, hingga lemak jenuh penyebab kolestrol.
Hal ini tidak langsung disepakati Dr Ir Heryudarini Harahap MKes dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) yang menilai hal ini bergantung pada jenis, merek, dan siapa produsen merek sosis tersebut.
Walau begitu, Dr. Heryudarini mengakui jika pembuatan sosis terdiri dari beragam bahan, tidak hanya daging.
“Tapi pada dasarnya untuk membuat sosis seperti itu memang membutuhkan bahan campuran. Tapi seberapa banyak bahan campuran yang digunakan, itu kan tergantung dari jenis sosisnya, mereknya, dan produsennya siapa,” ujar Dr Heryudarini saat dihubungi Suara.com, Sabtu (17/7/2020).
Ia mengatakan, dibanding makanan buatan sendiri, makanan buatan orang lain memang sulit untuk diatur dan diawasi keamanan juga kesehatannya. Itulah mengapa harusnya surat izin dari BPOM bisa menjadi jaminan.
“Jadi semuanya ketika dia sudah keluar dari uji BPOM, itu kan pasti melalui proses, terutama oleh produsen besar. Itu pasti akan melalui izin edarnya melalui BPOM, izin edarnya artinya sudah dianalisis isi kandungannya,” terangnya.
Sementara makanan olahan terdapat bahan pengawet, di mana apabila dikonsumsi terlalu sering tidak baik untuk kesehatan. Makanan olahan seperti sosis dan nugget juga tinggi garam, yang bisa membuat si pengonsumsinya bisa mengalami obesitas.
Itulah sebabnya, periode konsumsinya tidak boleh terlalu banyak atau sering, paling tidak, kata dia, dikonsumsi seminggu sekali sudah cukup.
“Jadi setiap hari makan sosis, nah itu tidak bagus. Sekali-sekali it’s okey, jadi itu masih bisa dikeluarkan dari tubuh, seperti misalnya MSG masih bisa ditolerir dalam jumlah tertentu,” tutupnya.***
Sumber : Suara.com
Editor : amran