JAKARTA — DPR RI secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren menjadi Undang-Undang (UU). Keputusan itu diambil melalui Rapat Paripurna ke 10 tahun sidang 2019-2020 yang digelar di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Selasa (24/9).
Dikutip dari CNN Indonesia, pengesahan terkait RUU Pesantren menjadi UU itu dihadiri Menteri Agama, H Lukman Hakim Saifuddin, sebagai perwakilan pemerintah.
Sebelum disahkan, Ketua Komisi VIII Ali Taher, menjelaskan poin-poin strategis dalam peraturan tersebut di depan forum paripurna.
Diantaranya, Panja RUU Pesantren telah melakukan perubahan nama dari awalnya bernama RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan menjadi RUU Pesantren. Selain itu, RUU Pesantren turut mengatur dana abadi pesantren tetap menjadi bagian dari dana pendidikan.
Tak hanya itu, Ali menjelaskan bahwa proses pembelajaran Pesantren memiliki ciri yang khas, dimana ijazah kelulusannya memiliki kesetaraan dengan lembaga formal lainnya dengan tetap memenuhi jaminan mutu pendidikan.
Ali menyatakan Panja RUU Pesantren sudah menyerap berbagai aspirasi masyarakat dalam menyusun peraturan tersebut melalui mekanisme rapat dengar pendapat. Salah satunya mengundang seluruh perwakilan ormas Islam dan perwakilan pesantren yang ada di Indonesia.
“Seluruh aspirasi sudah kami tampung. Termasuk usul dari Muhammadiyah sudah kita tampung,” kata Ali.
Setelah itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, yang bertindak sebagai pimpinan sidang kemudian menanyakan persetujuan kepada para anggota yang hadir dalam Rapat Paripurna tersebut untuk menyetujui pengesahan RUU Pesantren menjadi UU.
“Apakah pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-undang tentang Pesantren dapat disetujui dan dapat disahkan sebagai UU?,” Tanya Fahri.
“Setuju,” jawab seluruh anggota yang hadir. Fahri pun mengetuk palu sebagai tanda pengesahan RUU Pesantren.
Pengesahan ini disambut meriah peserta Rapat Paripurna. Mereka bertepuk tangan usai ketuk palu dari Fahri. Terdengar sayup-sayup selawat dikumandangkan oleh salah satu anggota dewan usai disahkan.
Sebelum disahkan, RUU Pesantren ini tak kalah kontroversialnya dengan RUU lain seperti RUU KPK maupun RKUHP yang kemudian jadi perdebatan di masyarakat. Bahkan saat pembahasan berlangsung, dua organisasi besar Islam di Indonesia, PBNU dan PP Muhamamadiyah punya pendapat yang berbeda mengenai RUU Pesantren.
PP Muhammadiyah bahkan baru-baru ini berkirim surat ke DPR agar anggota dewan bisa menunda pengesahan RUU Pesantren tersebut. Mereka menilai RUU Pesantren tidak mengakomodasi aspirasi seluruh ormas Islam serta dinamika pertumbuhan dan perkembangan pesantren. Tidak dijelaskan secara gamblang mengenai poin pasal yang menjadi polemik.
PP Muhammadiyah juga mengusulkan agar materi RUU Pesantren dimasukkan dalam revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sementara PBNU sebaliknya, mendukung RUU Pesantren. PBNU menilai isi keseluruhan RUU tersebut dinilai sudah mengakomodir keberagaman pesantren di Indonesia.
Editor : Amran