Oleh :
DR (Candt) Anton Budi Darma, MahaSiswa Doktoral Universitas Riau
Pekanbaru – Belum terselesaikannya masalah sampah dengan baik, menjadikan Pemerintah terkhusus pekanbaru memberikan perhatiannya terhadap pengelolaan sampah.
Hal ini dibuktikan dengan dibuatnya percontohan program 3 R (Reduce, Reuse, Recycle) yaitu dengan menerapkan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat melalui metode pendekatan 3 R di 33 provinsi.
Namun setelah dievaluasi pendekatan yang pernah dilakukan dengan metode ini dianggap kurang berhasil karena masih bersifat orientasi proyek. Oleh karena itu diperlukan usaha pendekatan 3R yang baru dan aplikatif dengan menggunakan pendekatan partisipasif, pemberdayaan dan pendampingan terhadap masyarakat.
Penyelesaian permasalahan lingkungan hidup tidak bisa hanya didekati dengan pendekatan teknis parsial. Permasalahan lingkungan harus didekati secara holistik-komperhensif. (Keraf, 2010) oleh karena itu, perlu pendekatan interdisipliner untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan dan termasuk di sana adalah agama.
Pola pendekatan pengelolaan lingkungan yang melibatkan unsur teologis juga telah dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Hal ini bisa dilihat terdapat beberapa buku-buku agama yang bernuansa lingkungan yang dipublikasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup yang bekerjasama dengan beberapa Ormas Agama.
Gerakan teologi yang lebih mendasar pada umat yang beragama menjadikan setiap masyarakat beragama akan lebih sadar terhadap kebersihan, pengelolaan sampah berbasis teologi yang disebut dengan shodaqoh sampah adalah modifikasi dari pengelolaan sampah berbasis 3 R (Reuse, Reduce, Recycle) dengan menambahkan unsur pendekatan teologi didalamnya. Hadirnya sistem transformasi digitalisasipun akan membuat semakin mudahnya dan terjembatanginya tatanan pengelolaan sampah dengan gerakan sedekah SAMPAH.
Adanya pemol atau pemulung online dengan hadirnya teknologi juga lebih dipandang sebagai pergeseran paradigma ditengah masyarakat, munculnya fenomena perubahan paradigma dari masyarakat yang semula berfikir untuk menghasilkan uang saja sekarang teologi lebih dikembalikan kepada gerakan paradigm bershodaqoh sampah.
Peralihan Manajemen pemilahan, penjualan, dan pelaporan berjalan cukup baik meskipun ada kendala teknis dilapangan seperti tidak maksimalnya masyarakat dalam memanfaatkan wadah sak yang telah disediakan pangurus dan masih enggannya masyarakat untuk memilah sampah dari sumbernya, sehingga petugas pengambil sampah harus memilah ulang karena sampah yang tercampur.
Dengan adanya tinjauan berbasis teologi masyarakat pemeluk agama akan lebih sadar berdasarkan keagamaan masing masing akan pentingnya kebersihan. Alhasil sedekah sampah bisa terwujud dengan kesadaran bahwasanya apabila bersedekah sampah telah berbuat ibadah yang bernilai pahala.
Meskipun persoalan agama menjadi kewenangan pusat dalam pembuatan kebijakan namun secara pelaksanaan tinjauan epistemology akan lebih efektif dan efisien dalam mensilalirkan dan mensosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat.
Selanjutnya jika ini terwujud maka diperlukan tindak lanjut dari dinas terkait termasuk ormas keagamaan agar lebih berkomunikasi secara intensif dalam menangani sampah yang tak hanya menyalahkan 1 OPD saja. (Sumber : DR (Candt) Anton Budi Darma,Maha Siswa Doktoral Universitas Riau)