SumatraTimes.co.id – Hari ini 75 tahun lalu, tepatnya 1 Juni 1945, berlangsung sidang pertama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Dalam sidang itu, Ir Soekarno menyampaikan lima sila atau dasar yang merupakan konsepnya mengenai dasar negara Indonesia.
Dalam pidatonya pada sidang BPUPKI itu, Bung Karno merangkum kelima sila tersebut dalam satu kesatuan istilah yang disebut sebagai Pancasila.
“Namanya bukan Panca Darma, tetapi—saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa—namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi,” seru Soekarno dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 1 Juni 2011.
Pidato Bung Karno dalam sidang BPUPKI ini dianggap sebagai cikal bakal kelahiran Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Tanggal 1 Juni kemudian diperingati secara nasional sebagai Hari Lahir Pancasila.
Mengingat kelahiran Pancasila
Pada Jumat, 1 Juni 1945, Ketua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat bersama para anggota BPUPKI memenuhi sebuah bangunan di Pejambon, Jakarta Pusat.
Mereka akan menggelar kembali sebuah rapat besar. Agenda rapat yang dipimpin Radjiman kali ini sama dengan agenda dua rapat yang telah diselenggarakan sebelumnya.
Agenda tersebut adalah membicarakan dasar negara bagi Indonesia, sebuah negara yang sedang dipersiapkan kelahirannya oleh BPUPKI.
Dalam dua rapat besar sebelumnya, Muhammad Yamin, Ki Bagoes Hadikoesoemo, dan Dr Soepomo telah mendapat kesempatan menyampaikan gagasan tentang dasar negara Indonesia.
Pada 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mendapat giliran untuk menyampaikan pandangannya mengenai dasar negara Indonesia.
Dalam pidatonya, Soekarno menyebut bahwa dasar negara tidak bisa dihasilkan dalam waktu semalam saja. Dasar negara diolah, dan kemudian dibentuk dalam waktu yang lama.
Ia memberi contoh tokoh nasionalis Sun Yat Sen yang memerlukan waktu berpuluh tahun untuk menyusun San Min Chu I (nasionalisme, demokrasi, sosialisme) sebelum akhirnya dijadikan dasar negara China pada 1912.
Demikian pula dasar negara yang diajukan Soekarno berasal dari endapan pemikiran dalam waktu lama. Soekarno mengemukakan pandangannya mengenai dasar negara Indonesia yang ia bagi menjadi lima sila.
Sila pertama adalah nasionalisme, kemudian sila kedua adalah internasionalisme atau perikemanusiaan. LPada sila ketiga, Seokarno merumuskan mufakat atau demokrasi. Sila keempat adalah kesejahteraan sosial, dan sila kelima adalah ketuhanan.
Polemik di era Orde Baru
Momentum Hari Lahir Pancasila diperingati dari tahun ke tahun sebagai bagian dari mengingatkan masyarakat Indonesia akan perumusan awal dari dasar negara.
Namun, muncul polemik pada masa Orde Baru. Ada anggapan, pada era ini ada upaya untuk tidak melekatkan Pancasila dengan Soekarno.
Kala itu, wacana yang berkembang adalah 1 Juni 1945 tak dianggap sebagai hari lahirnya Pancasila, melainkan hari lahirnya “istilah Pancasila”.
Menurut Orde Baru, lima sila yang ada dalam Pancasila sebetulnya sudah ada dalam diri bangsa Indonesia.
Hari yang dianggap sebagai hari lahirnya Pancasila adalah 18 Agustus 1945, karena saat itu Pancasila secara resmi menjadi falsafah bangsa dengan disahkannya UUD 1945.
Wacana Orde Baru yang menggabungkan hari lahir dan hari disahkannya Pancasila mendapat tanggapan dari Mohammad Hatta.
Seperti diberitakan Harian Kompas, 1 Juni 1977, menurut Hatta, antara hari lahir Pancasila dengan hari disahkannya harus dipisahkan.
Pendapat tersebut ia kemukakan untuk menanggapi pendapat Brigjen Nugroho Notosusanto, Kepala Pusat Sejarah ABRI, yang menyebut bahwa Pancasila dilahirkan atau disahkan bersamaan dengan UUD yang mengandungnya, yaitu tanggal 18 Agustus 1945.
“Lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni 1945 tapi disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan tanggal 18 Agustus 1945. Dalam hal pengesahan ini tidak bertentangan, tapi lahirnya ya lahirnya,” kata Hatta dikutip dari Harian Kompas.
Pancasila jangan hanya di bibir saja
Hatta menegaskan bahwa hari lahir Pancasila adalah tanggal 1 Juni 1945, yakni ketika Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya dalam rapat BPUPKI.
Mengutip pemberitaan Harian Kompas, 2 Juni 1977, Hatta menyampaikan bahwa pada waktu itu banyak yang berpendapat masalah dasar negara itu akan memperlambat waktu saja karena membawa persoalan filosofis.
Namun, dapat memberi jawaban memuaskan yang berisikan suatu uraian tentang lima sila.
Hal tersebut disampaikan Hatta di Gedung Kebangkitan Nasional dalam peringatan Hari Lahir Pancasila tahun 1977.
Ia juga mengingatkan, pengamalan Pancasila tidak boleh berhenti pada pengamalan di bibir saja.
Menurut dia, negara Republik Indonesia belum berdasar Pancasila bila pemerintah dan masyarakat belum sanggup mentaati UUD 1945.
“Dan camkanlah pula, bahwa Pancasila adalah kontrak Rakyat Indonesia untuk menjaga persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa. Angkatan muda sekarang tidak boleh melupakan ini dan mengabaikannya,” kata Hatta.***
Sumber: kompas.com
Editor: amran