SumatraTimes.co.id – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan sistem Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) bukanlah sistem ideal yang diinginkan pemerintah.
“Ada mispersepsi konsep PJJ di media dan masyarakat. Bahwa seolah-olah PJJ ini adalah sesuatu yang kita inginkan. Saya ingin jelaskan bahwa PJJ bukan hal yang kita inginkan,” ujar Nadiem dalam rapat bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 15 Juli 2020.
Kemendikbud, kata Nadiem, sejatinya menginginkan semua anak kembali ke sekolah secepat mungkin. Namun, saat ini keinginan itu sulit untuk direalisasikan lantaran terbentur perkara kesehatan lantaran pandemi yang belum berakhir.
“Jadi, PJJ bukan kebijakan yang diambil pemerintah secara sukarela, itu adalah terpaksa,” ujar Nadiem.
Ia mengatakan kebijakan tersebut terpaksa diambil agar anak-anak bisa mendapat pembelajaran selama wabah menyerang. “Jadi idealnya tidak PJJ. Yang kami lakukan sekarang adalah beberapa hal agar PJJ bisa efektif.”
Salah satu kebijakan yang diambil Kemendikbud, kata Nadiem, adalah memberi fleksibilitas agar dana Bantuan Operasional Sekolah bisa dipergunakan untuk keperluan pendidikan jarak jauh dan keperluan lainnya. Sebab, ia menyadari biaya membeli data internet akan memberatkan orang tua selama masa pembelajaran daring tersebut.
“Dana bos bisa dipergunakan untuk pulsa data dan untuk kebutuhan protokol kesehatan bagi sekolah yang menyelenggarakan tatap muka di zona hijau. Bisa untuk beli masker, hand sanitizer dan lainnya,” ujar Nadiem.
Dana BOS juga bisa dipergunakan untuk membayar guru honorer lantaran restriksi batasan 50 persen untuk pembayaran guru sudah dibuka.
Kedepannya, Nadiem mengatakan pemerintah akan secara bertahap mengembalikan anak-anak untuk bisa belajar di sekolah kembali. Untuk itu, ia akan terus berkoordinasi dengan pemangku kepentikan terkait untuk menjamin tercapainya protokol kesehatan.
“Saya setuju dengan semua masukan dari DPR menghenai PJJ. Kalau tidak harus PJJ kami tidak akan PJJ, tatap muka yang terbaik,” ujar Nadiem.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menyoroti kebijakan Kemendikbud terkait kegiatan belajar jarak jauh. Ia menilai kebijakan itu tidak efektif, khususnya untuk daerah yang sulit akses teknologi internet dan listrik.
“Sekitar 17 persen daerah kita tidak teraliri listrik, contoh Sumenep di Madura ada 287 desa itu 34 desa nggak ada listrik, itu di Jawa, bagaimana di luar Jawa?,” kata dia.
Kebijakan tersebut pun dinilai bisa membebani keluarga yang kurang mampu dan tidak memiliki fasilitas komunikasi yang memadai.***
Sumber: tempo.co
Editor: amran