SumatraTimes.co.id – Arab Saudi ternyata memiliki cukup cadangan bijih uranium yang dapat ditambang untuk membuat bahan bakar dan senjata nuklir. Cadangan uranium Arab Saudi diperkirakan lebih 90.000 ton.
Demikian paparan ahli geologi China yang ikut membantu negeri kaya minyak itu memetakan cadangan uraniumnya.
Pemetaan yang merupakan bagian dari perjanjian kerja sama nuklir kedua negara itu dilakukan dengan kecepatan luar biasa. Hubungan dua negara ini pun kian dekat.
Dikutip Galamedia dari DailyMail, Jumat (18 September 2020) rincian dalam laporan rahasia mengenai cadangan bijih uranium Arab Saudi itu pertama kali dilaporkan media Inggris The Guardian.
Pengungkapan aset tersebut meningkatkan kekhawatiran terkait potensi persenjataan militer Arab Saudi. Laporan menyatakan para ahli geologi bekerja sepanjang tahun, termasuk di musim panas yang terik untuk memastikan cadangan.
Hasilnya tim menemukan ada lebih dari 90.000 ton uranium yang dapat diproduksi dari tiga endapan utama di tengah dan barat laut Arab Saudi. Namun, diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengonfirmasi cadangan dan biaya penggaliannya.
Sebelumnya, Arab Saudi secara terbuka mengungkap rencananya untuk mengembangkan nuklir dan mengekstrak uranium di dalam negeri. Seorang pejabat senior juga mengakui rencana ‘swasembada’ bahan bakar nuklir.
Arab Saudi yang masih menjadi eksportir minyak utama dunia ingin menggunakan kekayaan logamnya untuk diversifikasi energi. Tetapi pengayaan uranium juga membuka kemungkinan penggunaannya untuk militer.
Mark Hibbs, pakar senior dalam program kebijakan nuklir di Carnegie Endowment for Peace mengatakan, “Jika negara Anda mempertimbangkan pengembangan senjata nuklir, semakin banyak sumber nuklir asli dari negara Anda, semakin baik.”
Sebab dalam beberapa kasus, pemasok uranium asing akan menginginkan komitmen untuk menggunakannya dalam ‘misi perdamaian”.
“Jadi jika uranium Anda asli dari sumber daya sendiri, Anda tidak perlu khawatir tentang kendala itu,” lanjutnya.
Survei China menunjukkan Arab Saudi bisa memiliki cadangan yang cukup untuk bahan bakar sejumlah reaktor sekaligus surplus.
The Guardian mengatakan laporan sejauh ini tidak dapat diverifikasi secara independen. Namun laporan disusun oleh Institut Penelitian Geologi Uranium Beijing (BRIUG) dan Perusahaan Nuklir Nasional China (CNNC), bekerja sama dengan Survei Geologi Saudi.
Pengayaan uranium menjadi poin penting Arab Saudi dengan AS. Terutama setelah Putra Mahkota Mohammed bin Salman pada 2018 mengatakan, kerajaan muslim Sunni itu akan mengembangkan senjata nuklir jika saingan regional Iran yang mayoritas muslim Syiah melakukannya.
Arab Saudi mendukung ‘tekanan maksimum’ Presiden Donald Trump terhadap Iran setelah mundur dari pakta nuklir 2015 yang mengekang program nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi.
Sorotan pada Arab Saudi terutama kurangnya transparansi setelah menghindar dari inspeksi karena perjanjian dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada 2005.
Sesuai protokol pemantauan baru dilakukan saat bahan bakar fisil dimasukkan ke dalam reaktor. Namun kini pengawas nuklir internasional ingin Arab Saudi menerima program pemantauan penuh yang sejauh ini belum diizinkan.
Bos IAEA Rafael Grossi mengatakan, “Kami sedang berbicara dengan mereka. Mereka tertarik untuk mengembangkan energi nuklir, tentu saja untuk tujuan damai.”
Sebagian besar cadangan uranium tampaknya tampak dekat dengan lokasi yang dipilih untuk kota Neom. Lokasi yang rencananya menjadi inti dari proyek Visi 2030 Bin Salman untuk diversifikasi sumber dolar selain minyak.
China melakukan penelitian sejak 2017 di sembilan situs potensial yang tampaknya ikut memperkuat hubungan diplomatik dan komersial dengan Arab Saudi.***
Sumber: Galamedia News
Editor: amran