JAKARTA.Sumatratimes.com – Lya Nilandewi atau yang kerap disapa Lya, adalah seorang pengusaha konveksi baju-baju muslim yang diberi nama Lya Moslem Gallery.
Awalnya, Lya menekuni usaha kuliner. Namun dia merasa usaha kuliner tidak cocok dengannya sebab memakan banyak tenaga dan mudah basi.
Lya akhirnya berputar haluan menjual baju-baju hijab setelah diajak kakaknya. Lya mulai menjual baju-baju hijabnya di tempat arisan. Kemudian usaha itu terus berkembang hingga memiliki toko dan konveksi sendiri.
Sayangnya, toko itu bangkrut, disebabkan penumpukam stok dari konveksi, sementara pembeli tidak sesuai harapan. Belajar dari kebangkrutan dari kebangkrutan itu, Lya belajar banyak hal. Akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan usaha konvensionalnya dan beralih ke sistem on line.
Dia memberlakukan sistem pre-order sehingga tidak ada stock yang terbuang. Lya seorang pekerja keras. Biasanya dia mampu bekerja dari jam 7 pagi hingga jam 10 malam. Namun, saat itu Lya belum memiliki brand sendiri.
Dia hanya maklum, brand-brand terkenal yang nantinya dikirim ke Asia dan Eropa. Omzetnya pun hanya Rp 60 juta per bulan.
“Produk yang saya buat nanti di re-branding di Malaysia. Kemudian di ekspor ke Asia dan Eropa termasuk Korea,” kata Lya Nilandewi, kepada Kompas.com, Kamis (11/4/2019).
Pada Mei 2017, Lya kemudian mengikuti ajang Citi Micro Entrepreneurship Award (CMA) dan keluar menjadi juara dalam kategori Best Women Micro Entreprenurship. Ajang ini membawa perubahan bagi bisnis yang digelutinya.
Berkat arahan mentor, Lya lebih mengerti pemasaran dan perekrutan tenaga kerja. Dia pun disuruh membuka brand sendiri agar keuntungannya semakin bertambah.
“Dari situ perubahannya banyak banget. Tenaga kerja saya lebih banyak dan omzet penjualan pun lebih meningkat,” ucap Lya.
Bulan November 2017, Lya mulai membuka brand sendiri dengan modal Rp 6 juta. “Cuma Rp 6 juta, ha ha ha. Saya inget banget waktu itu beli kain pake kresek untuk bikin dua model saja. Kemudian saya promosikan di instagram. Saya pun selanjutnya cari endorse gratisan,” ungkap Lya.
Setahun berselang, usahanya laris manis. Dia juga terus membangun relasi dengan agen-agen. Saat ini, sudah terdapat 95 agen yang berbisnis bersamanya. Produknya telah berhasil menembus pasar Malaysia dan Jepang.
Baju muslim dan khimar yang dibandrol dengan harga Rp 500.000 sampai Rp 600.000, telah mendapat pesanan hingga 1.000 per model per hari. Lya mengaku kewalahan dengan pesanan yang selalu membludak setiap hari.
Pegawainya pun bertambah banyak. Awalnya dia hanya memiliki 10 karyawan dengan 3 orang dibagian penyelesaian (finishing). Saat ini, karyawannya telah mencapai 50 orang. Dalam setahun sejak membuka brand sendiri, omzetnya telah mencapai ratusan juta rupiah per bulan, yaitu Rp 800 juta.
Menurut Lya, omzet tersebut mampu dia raih sebab dia pekerja keras, membangun relasi, terus menghargai produktivitas para karyawan, dan mempelajari kebutuhan pasar.
“Saya pekerja keras. Kalau belum capai target terus saya kerjakan. Selain itu saya juga terus membangun relasi, dan menghargai produktivitas karyawan. Saya suka adakan gathering agar karyawan semangat. Jangan lupa, selalu ikut keinginan pasar sekarang,” papar Lya.
Editor : Amran