Oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================
Bagansiapiapi – Rasulullah SAW adalah manusia yang memiliki budi pekerti yang sangat agung sebagaimana Firman Allah Ta’ala: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam: 4)
“Kemuliaan akhlak” atau keagungan budi pekerti Muhammad SAW tidak hanya nampak dan ada setelah beliau diutus menjadi Nabi dan Rasul Allah, akan tetapi sebelumnya sudah ada sejak beliau dilahirkan.
Hal ini telah dicatat dalam sejarah, bahwa pada masa remajanya Muhammad sudah diberi dan dipanggil dengan gelar “Al-Amin” oleh orang-orang yang ada di sekitar beliau.
“Al-Amin” sebuah gelar yang menunjukkan pada sifat jujur orang yang menyandangnya; seseorang yang sangat dipercaya kata-kata dan janjinya.
Dalam hal ini “Para ulama” sepakat untuk mengelompokkan sifat diri atau akhlak Rasulullah SAW menjadi 3 (tiga) bagian, yakni sifat yang: “wajib; mustahil dan harus”.
Sifat Wajib bagi Rasulullah SAW dan “yang wajib” pula untuk diteladani dan dilakoni oleh orang-orang yang beriman kepada beliau meliputi 4 (empat) hal yakni:
Pertama: “Shiddiq” yang artinya adalah bahwa beliau selalu benar. Benar dalam ucapan dan sekaligus dalam setiap perbuatan dan tindakan yang beliau lakukan.
Kedua: “Amanah” atau “yang sangat dipercaya”. Sifat ini menunjukkan bahwa Muhammad Rasulullah SAW adalah orang sangat dipercaya dalam hal menjaga kemashlahatan agama; Baik yang berhubungan dengan kepentingan Allah maupun kepentingan sesama manusia.
Yang ketiga: “Tabligh” atau “yang selalu menyampaikan kebenaran”; Baik dalam hal menyampaikan kebenaran yang diwahyukan Allah kepada beliau, atau mendudukkan setiap persoalan yang ada (ibadah ataupun muamalah) dengan keadaan yang sebenar-benarnya.
Yang ke-empat: “Fathanaah” yang secara umum bermakna orang yang memiliki ilmu; cerdik dan bijaksana sebagai modal dalam mempertahankan kebenaran yang sesungguhnya. Sehingga dengan demikian mampu menolak semua kesesatan dan kebohongan.
Adapun “sifat yang Mustahil” bagi Rasulullah SAW pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berlawanan dengan yang wajib bagi diri beliau yaitu:
Yang pertama: “Kadzib” dalam artian dusta atau bohong pada setiap ucapan beliau dan tidak pula bersikap munafik dengan pengertian: lain bicara lain pula yang dibuat.
Yang kedua: “Khiyanaat” yang bermakna; Tidak melanggar apa yang telah dilarang Allah dan merusak perjanjian yang telah disepakati dengan sesama manusia.
Yang ketiga: “Kitmaan” yang berarti suka menyembunyikan segala kebenaran yang diwahyukan Allah yang harus disampaikan kepada seluruh manusia. Atau menyembunyikan kebenaran lainnya untuk kepentingan diri sendiri.
Yang keempat: “Balaadah” yang bermakna; Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bukanlah orang yang bodoh, melainkan beliau adalah seorang pandai dan berilmu dan mampu menguasai setiap permasalahan.
Sedangkan sifat “Harus” yang dimiliki oleh Muhammad SAW adalah sifat-sifat yang pada umumnya dimiliki oleh setiap manusia seperti; kenyang, lapar, sehat, sakit, menikah (berkeluarga) dan lain sebagainya. Akan tetapi sebagai “panutan” manusia, maka Muhammad SAW terhindar dan dihindarkan Allah SWT dari sifat takut (penakut), rakus, sombong, rendah diri dan lain sebagainya yang dapat merendahkan martabat beliau.
Inilah sifat diri atau budi pekerti mulia yang harus diteladani dan dilakoni oleh setiap “umat Muhammad SAW” semaksimal mungkin yang bisa mereka lakukan di dalam setiap gerak kehidupannya. Sebab bagaimanapun juga adalah suatu hal yang sangat “mustahil dan tidak mungkin” untuk mencapai kesempurnaan akhlak sebagaimana halnya akhlak Rasulullah SAW, kecuali Allah berkehendak lain.
Dan atas dasar sifat-sifat yang telah diterangkan dalam catatan inilah Allah memerintahkan kita untuk menjadikan Muhammad SAW sebagai “satu-satunya” manusia yang wajib dijadikan teladan hidup sebagaimana Firman-Nya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut (mengingat) Allah.” (Q.S.Al-Ahzab: 21)