PEKANBARU – Masyarakat Riau melalui Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, dan DPRD Riau sepakat menolak pemutihan, denda dan atau istilah lain, lahan seluas 1,4 juta hektar perkebunan ilegal yang dikuasai para rente.
Sikap tegas ini setelah ada pemufakatan pemerintah pusat ingin memutihkan atau semacam land amnesty terhadap pemilik kebun ilegal tersebut.
Datuk Seri Al Azhar, Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, dan H Asri Azwar, Wakil Ketua DPRD Riau,bdi ruang Komisi C Gedung DPRD Riau, (22/7/2019) menyatakan penguasaan hutan tanah Riau untuk kelapa sawit tidak diikuti dengan perizinan.
“Ini perbuatan melawan hukum. Pihak KPK sendiri juga sudah menetapkan 1 juta hektar di antaranya mengkategorikan Non Clear and Clear (CnC),” katanya.
Suhardiman Amby, Ketua Pansus Monitoring DPRD Riau, menjelaskan dari 5,4 juta hektar kawasan hutan di Riau, yang berhutan tinggal 1,2 juta hektar. Sisanya adalah tanaman kelapa sawit, tanaman industri, kebun rakyat dan lainnya.
“Sedangkan 1,4 juta hektar adalah kawasan yang dirambah menjadi kawasan sawit yang tidak berizin. Inilah yang menjadi permasalahan dunia, karena perkebunan sawit dianggap merusak lingkungan secara nasional,” ungkapnya.
Ini harus menjadi perhatian pemerintah, lanjutnya. Bila pemerintah ingin melakukan penegakan secara hukum lakukan secara benar. Artinya 1,4 juta itu harus dieksekusi dan dikembalikan peruntukannya.
“Eksekusi sawitnya dan tanam kembali sesuai peruntukannya. Dan yang harus dituntaskan adalah kongkalikong antara pemerintah dan pemilik lahan,” tambahnya.
Menurut Suhardiman, potensi keuangan negara yang tidak tertagih dari pajak dari hitungan Pansus adalah Rp 102 Trilyun.
“Kita sudah membentuk Pansus dan hasilnya sudah kita serahkan ke Presiden, BPK dan pihak yang berkaitan lainnya. Tinggal pusat untuk menindaklanjuti, namun belum ada kejelasan. Dan tau tau ada ide pemutihan” tutupnya.
Pihak LAM Riau menyatakan tidak akan ada bargaining jika rakyat Riau tidak dilibatkan dalam pemufakatan perkebunan ilegal tersebut.
Editor : amran