Sumatratimes.com — Berdasarkan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, sektor pendidikan mendapat anggaran senilai Rp492,5 triliun. Jumlah itu sebesar 20 persen dari total belanja APBN.
Angkanya pun terus mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Misal saja pada tahun 2016, alokasi pendidikan yang dianggarkan senilai Rp370,4 triliun. Atau naik Rp122 triliun pada tahun sekarang.
Adapun sasaran dan arah kebijkan sektor pendidikan, salah satunya yakni percepatan pembangunan sarana dan prasaran sekolah dan universitas. Total, ada 56,1 ribu sekolah dan perguruan tinggi yang menjadi target Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada tahun 2019.
Namun sayangnya, pelaksanaan kebijakan itu masih sering menemui masalah. Salah satunya, renovasi dan rehabilitasi sekolah yang rentan dimainkan oleh pemenang proyek.
Pada tahun 2017 lalu, Inspektorat DKI Jakarta menemukan dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan rehabilitasi berat teruntuk 199 sekolah di Jakarta oleh PT Murni Konstruksi selaku pemenang proyek.
Inspektorat menelusuri dugaan adanya manipulasi material konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak. Proyek ini sendiri menelan biaya anggran sebesar Rp191,8 miliar.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Adi Deriyan mengatakan polisi masih menyelidiki dugaan pelanggaran renovasi 119 sekolah itu. Menurut dia, ada indikasi korupsi dalam proyek rehabilitasi berat sekolah tersebut.
“Indikasinya ada nilai harga yang di-markup (diperbesar),” kata Adi.
Kasus serupa juga pernah terjadi di Kabupaten Bogor pada tahun 2013 lalu. Ditengarai dari 220 SD dan SMP di kabupaten tersebut, hampir setengahnya bermasalah. Pemenang proyek memainkan pengerjaan itu dengan “menjual” ulang kepada perusahaan baru. Hasilnya, rehabilitasi sekolah diindikasikan dikerjakan dengan bangunan kualitas rendah.
Permasalahan di atas hanyalah satu dari sekian banyaknya mengenai infrastruktur sekolah di Indonesia. Pemerintah semestinya sigap. Namun masih saja masalah ini dinilai tak penting.
Mungkin harga genteng yang dianggap mahal menjadi pertimbangan berat pemerintah sehingga sekolah tak kunjung direnovasi. Ataupun genteng yang dipilih hanya ala kadarnya? Apapun itu, siswa semestinya bisa bersekolah dengan aman. (sumber: AksaraINTimes.id)
Redkasi: Amran