SumatraTimes.co.id – Merebaknya pandemi membuat segala bentuk aktivitas harus dilakukan secara daring, termasuk kegiatan belajar mengajar bagi siswa sekolah.
Namun, kegiatan itu mengalami banyak kendala terutama pada masalah akses internet dan juga banyaknya siswa yang tidak punya handphone android. Masalah ini harus bisa diatasi oleh para guru yang dituntut untuk bisa tetap melangsungkan kegiatan belajar mengajar bagaimanapun kondisinya.
Henricus Suroto, seorang guru yang mengajar di SD Kanisius Kenalan Borobudur rela mendatangi rumah murid-muridnya untuk tetap bisa melakukan pembelajaran tatap muka karena lokasi tempat dia mengajar terkendala akses internet. Ditambah, kondisi medan yang berada di daerah pegunungan, membuat akses internet sulit.
Satu minggu setelah pemerintah menetapkan kegiatan belajar di rumah pada Maret 2020, dia bersama teman-teman guru lainnya memutuskan untuk mendatangi rumah murid dan mengadakan kegiatan belajar bersama. Menurut Suroto, bila hal itu tidak dilakukan maka anak-anak tidak akan bisa belajar.
Suroto mengatakan, pengadaan kegiatan belajar dengan mengunjungi rumah-rumah murid ia lakukan berdasarkan inisiatif pribadinya. Dia melihat banyak orang tua yang seharusnya membimbing anak dalam kegiatan belajar di rumah tidak memahami materi yang disampaikan guru dalam pembelajaran daring.
Karena aksi Suroto dan kawan gurunya ini, membuat para orang tua senang ketika para guru datang ke rumah-rumah siswa dan mendampingi mereka belajar. Dengan cara seperti itu siswa bisa langsung bertanya kepada guru bila mengalami kesulitan.
“Saya yang mendampingi anak. Kalau hanya secara daring terus sepertinya kurang maksimal karena anak itu hanya akan lebih banyak mendapat tugas. Padahal belum tentu mereka memahaminya,” kata Suroto, Senin (20/7).
Dalam penerapannya, kegiatan itu akan lebih menerapkan metode belajar kelompok. Kelompok belajar dibagi berdasarkan dusun tempat mereka tinggal sehingga akan ada dua sampai tiga siswa yang mengikuti kegiatan belajar bersama itu. Tempat pembelajaran pada suatu dusun itu telah ditetapkan sebelumnya.
“Agar kegiatan ini bisa berjalan, para orang tua harus mengantarkan anaknya ke suatu tempat yang telah ditentukan untuk pertemuan. Dalam satu hari saya bisa mendatangi dua kelompok untuk melakukan pembelajaran dua hingga tiga jam pada setiap kelompoknya,” kata Suroto.
Dalam menjalankan kegiatan itu, Suroto mengakui menemukan berbagai kendala. Kendala pertama adalah soal medan dan jarak yang harus dilalui. Kendala yang kedua, sekolahnya yang berada di Kabupaten Magelang itu berada di Kawasan Pegunungan Menoreh yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kulonprogo, DIY. Hal itu membuat beberapa siswa berasal dari provinsi yang berbeda.
Bila ditotal, Suroto yang menjadi Guru Kelas 3 SD Kanisius Kenalan mengampu 15 anak, 10 anak dari wilayah Borobudur, Magelang, dan 5 lainnya berasal dari Kalibawang, Kulon Progo.
“Kendala yang dihadapi waktu mengunjungi para siswa ini adalah waktu masih musim hujan kemarin saya sering kehujanan. Bahkan waktu mau ke rumah siswa juga pernah mengalami ban bocor,” terang Suroto.
Suroto mengatakan inisiatif mengunjungi rumah para siswa itu dilakukan karena dari pengalaman yang sudah-sudah, pembelajaran daring dirasa kurang maksimal. Sementara itu salah satu orang tua siswa, Petrus Mulyana, merasa puas atas metode pembelajaran yang diterapkan para guru itu.
“Di sini tidak ada sinyal. Kalau online biasanya terhubungnya lama sekali dan suka putus-putus. Terima kasih sekali kepada Pak Suroto yang telah mau datang ke tempat kami untuk mendidik anak-anak,” kata Petrus.***
Sumber: antaranews
Editor: amran