SumatraTimes – Pandemi COVID-19 telah berdampak pada dunia pendidikan. Direktur Eksekutif United Nations Children’s Fund atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) divisi anak Henrietta Fore mengatakan dunia pendidikan di tengah COVID-19 di situasi darurat pendidikan global. Hal itu mengancam 24 juta siswa bisa putus sekolah.
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Fore saat konferensi pers yang diselenggarakan World Health Organization (WHO) dan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization.
“Puncak COVID-19, 192 negara menutup sekolah dan menyebabkan 1,6 miliar siswa tidak belajar langsung,” ujar Fore, dikutip dari CNBC, Rabu (16/9/2020).
Fore menambahkan, kini lebih dari 870 juta siswa dari 51 negara masih tidak dapat kembali ke sekolah. Fore memproyeksi akan ada 24 juta anak putus sekolah akibat COVID-19.
Maka dari itu, Fore mendesak pemerintah untuk menjadikan sekolah prioritas utama saat pembatasan wilayah (lockdown) dicabut. Saat sekolah kembali beraktivitas, Fore berharap sekolah bisa menyediakan sumber nutrisi dan imunisasi untuk siswanya.
Sistem pendidikan di tengah pandemi telah diubah menjadi belajar dari rumah secara online. Namun, sejumlah pakar pendidikan mengakui banyak kekurangan pada sistem ini.
Fore mengungkap sekitar 460 juta siswa dari seluruh dunia tidak memiliki akses internet, komputer, atau perangkat seluler yang memadai. Hal itu tentu menghambat proses belajar.
“Kami tahu bahwa menutup sekolah untuk waktu yang lama memiliki konsekuensi yang menghancurkan bagi anak-anak. Kesehatan mental mereka terpengaruh. Mereka lebih rentan terhadap pekerja anak, pelecehan seksual, dan kecil kemungkinannya untuk keluar dari siklus kemiskinan,” ungkap Fore.
Sejumlah negara sempat mendorong pembukaan kembali sekolah, terutama di AS. Presiden AS Donald Trump telah mendorong sekolah tetap buka di tengah pandemi COVID-19.
Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay mengatakan dimungkinkan untuk membuka kembali sekolah dengan aman lewat protokol baru dan perlu pertimbangan panjang.
Azoulay mengatakan UNESCO, UNICEF, dan WHO telah bersama-sama menerbitkan dokumen yang menguraikan pedoman untuk membuka kembali dan mengoperasikan sekolah selama pandemi.
“Sangat penting bahwa pendidikan dan kesehatan bekerjasama untuk memastikan bahwa sekolah dibuka kembali dengan aman sebagai prioritas. Saat kita berurusan dengan pendidikan, keputusan yang kita buat hari ini akan berdampak pada dunia masa depan,” ujar Azoulay.
PBB merinci sejumlah tindakan yang harus dipertimbangkan oleh sekolah. Beberapa langkah kebijakan termasuk mendorong siswa untuk tinggal di rumah jika mereka terpapar virus dan sekolah harus memastikan ventilasi yang memadai di ruang kelas.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menegaskan COVID-19 dapat membunuh anak-anak, meskipun jarang terjadi. Tedros menambahkan diperlukan lebih banyak penelitian untuk mempelajari apa yang meningkatkan risiko kematian pada anak-anak serta potensi komplikasi kesehatan jangka panjang dari COVID-19.
Tedros mengatakan bahwa risiko membuka kembali sekolah di tengah pandemi akan ditentukan oleh kemampuan masing-masing negara dan sekolah untuk mengendalikan virus melalui langkah-langkah kesehatan. Seperti pemakaian masker, jarak sosial, tes suhu, dan isolasi.***
Sumber: detikcom
Editor: amran