Di Rokan Hilir ada 50 Perusahaan Perkebunan Besar ; 30 Pabrik Kelapa Sawit ; 1 Perusahaan besar Perminyakan, PT. Chevron Pasific Indonesia. Pertanyaannya “Seberapa besar impact bagi masyarakat akan keberadaan perusahaan-perusahaan tersebut selain dampak kerusakan lingkungan yang sering dikeluhkan oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah ?
Sumtratimes.com – RokanHilir. Tuhan menganugerahkan Kabupaten ini dengan aneka hasil bumi yang melimpah. Rokan Hilir adalah contoh Kabupaten Kaya, tetapi terjerembab dalam isyu deficit yang berkepanjangan di mulai tahun 2016 dan kemungkinan terus berlanjut di tahun 2018. Semua linglung, pasrah. Terbiasa dengan pola hidup “mewah tanpa arah” karena dulu Rokan Hilir termasuk ranking 4 penerima DBH terbesar (Kutai Kartanegera, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak dan Kabupaten Rokan Hilir).
Dari bawah tanah keluar Minyak yang mengalir sejak lama tanpa henti – mencapai 1 juta barrel per-hari dengan momunemnya di Duri, Kabupaten Bengkalis. Minyak yang mengalir tanpa henti itu dikelola awalnya oleh PT Caltex Pasific Indonesia yang kini berubah wujud menjadi PT Chevron Pasific Indonesia.
Dari atas tanah itu juga hadir 50 Perkebunan Besar Kelapa Sawit yang mengeluarkan buah sawit ribuan ton per-hari. Dan menghasilkan beberapa variasi lainnya seperti cangkang, kernel dan sebagainya yang mempunyai nilai ekonomi. Dari atas tanah yang sama keluar Minyak Sawit yang dikelola oleh 30 Pabrik Kelapa Sawit dengan volume produksi sangat berviasi. Namun jika dihitung berdasarkan data Pabrik Kelapa Sawit yang ada, volume Minyak Sawit kita per-harinya berjumlah
Tanah Melayu memang tanah yang subur dan hasil alam yang melimpah. Ada Kayu, baik dalam bentuk gelondongan maupun siap pakai yang dikelola sebagian besarnya oleh HPH dan sedikit rakyat kecil. Dulu jutaan kubik bergelimpangan di Sunagi Rokan setiap harinya, tetapi kini merana. Disamping kayu, bumi Rokan Hilir juga mengeluarkan Karet dari berbagai perkebunan rakyat yang kini mungkin hampir punah karena tergerus mimpi indah jangka pendek memiliki Kebun Kelapa Sawit. Dari atas tanah yang subur ini juga keluar Gabah yang ketika panen menghasilkan ribuan ton dan keluar dari bumi Rokan Hilir dengan sedikit impact (pengaruh) bagi rakyat banyak.
Dari Laut keluar ikan, kerang dan berbagai hasil laut lainnya, bahkan ikan busuk dengan volume puluhan dan bahkan ratusan ton per-hari. Dan berdasarkan informasi terpecaya, transaksi ikan Rokan Hilir berkisar 5 milyat per-hari. Itu baru dari satu Kecamatan.
Ironis memang. Anugerah alam yang demikian besar berbanding terbalik dengan tingkat kesejahteraan rakyatnya sejak dulu sampai kini. Tingkat kemiskinan di Rokan Hilir dari tahun ke tahun terus merambah naik dengan angka yang sangat bervariasi, apalagi angka tersebut ditambah dengan data tenaga honorer yang katanya berjumlah 13 orang dengan gaji rata-rata Rp 375.000 per-bulan. Angka ini kemungkin akan semakin bertambah jika kondisi Aparatrur Sipil Negara (ASN) di Rokan Hilir akan mengalami nasib yang sama dengan Tenaga Honore yang tingkat kesejahteraannya semakin berkurang. Data kecil dari Dinas Sosial menyebutkan jumlah orang miskin mencapai 15 ribu jiwa – benar-benar miskin tanpa penghasilan dan kriteria hidup layak. Data ini jika dilakukan survey yang lebih terarah dan terprogram mungkin akan bertambah jumlahnya
CSR OH CSR topic yang khusus kami angkat untuk membuka mata apa yang bisa kita lakukan ke depan. CSR tak pernah layu untuk dibicarakan, dibahas, dianalisa dan ditulis. CSR, adalah singkatan dari Corporate Social Responsbility – bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap lingkungan sekitar, bahwa setiap perusahaan mempunyai tanggungjawab untuk mengembangkan lingkungan sekitarnya melalui program-program social, difokuskan utamanya pada program pendidikan dan lingkungan.
Muara dari kegiatan tanggung jawab social atau Corporate Social Responsibility, perusahaan khususnya di Industry Minyak dan Gas harus mengarah kepada “community empowerment” – “Pemberdayaan Masyarakat”, tegas Risma, Pakar dan peneliti CSR Fisip, Universitas Pajajaran, Bandung, (Indonesian Finance Todaya, 27 Nopember 2015)
Risma menyatakan bahwa selama ini CSR hanya difahamai sebagai program yang terkait erat dengan pembangunan infrastukur dan program yang sifatnya Charity (kebaikan perusahaan), padahal CSR harus difahami lebih luas – yakni bentuk “penguatan masyarakat agar bisa mandiri dan bisa menyelesaikan persoalan mereka, mempunyai dampak positif secara ekonomi, dapat diterima oleh masyarakat dengan memperhatikan lingkungan dan keberlangsungan manusia dalam lingkungan”.
Beranjak dari kerangka pemikiran di atas, adanya baik para pengendali Kebijakan di Pemda Rokan Hilir, khususnya Bappeda untuk mulai mengkordinir secara lebih terarah dan terprogram dengan memanggil Direksi Perusahaan Besar di Kabupaten ini dalam suatu kesempatan.
Kabupaten Bengkalis mempunyai Forum CSR, diketuai oleh PT Chevron Fasific Indonesia – dikordinir oleh Kepada Bappeda Kabuaten Bengkalis. Kabupaten Siak mempunyai Forum CSR yang juga dikordinir oleh Kepada Bappeda Kabupaten Siak. Tetapi Rokan Hilir sampai saat ini dalam tanda tanya besar ? Lalu pertanyaannya kemana larinya CSR Perusahaan-perusahaan Besar di Rokan Hilir. Kalaulah hanya bantuan dalam bentuk “800 ekor Ayam Petelur” di Tanah Putih Tanjung Melawan rasanya taklah sebanding dengan kucuran minyak Rokan Hilir yang keluar saat ini yang menjadi andalan pemasukan Negara.
Dalam pantauan Sumatratimes.com tak bannyak perusahaan-perusahaan Besar di Rokan Hilir yang peduli terhadap CSR pada hal ada tujuh Regulasi CSR di Indonesia ditambah 1 Regulasi Perda Propinsi Riau. Regulasi-regulasi tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama, Peraturan yang mengikat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagaimana Keputusan Menteri BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). PKBL terdiri program perkuatan usaha kecil melalui pemberian pinjaman dana bergulir dan pendampingan (disebut Program Kemitraan), serta program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat sekitar (disebut Program Bina Lingkungan), dengan dana kegiatan yang bersumber dari laba BUMN.
Kedua, Peraturan mengikat Perseroan Terbatas (PT) yang operasionalnya terkait Sumber Daya Alam (SDA), yaitu Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Dalam pasal 74 disebutkan: (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Ketiga, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan. PP ini melaksanakan ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Dalam PP ini, perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kegiatan dalam memenuhi kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Keempat, Peraturan yang mengikat jenis perusahaan penanaman modal, yaitu Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007. Dalam Pasal 15 (b) dinyatakan bahwa “Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Sanksi-sanksi, diatur dalam Pasal 34, berupa sanksi administratif dan sanksi lainnya, diantaranya: (a) Peringatan tertulis; (b) pembatasan kegiatan usaha; (c) pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau (d) pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
Kelima, Peraturan CSR bagi perusahaan pengelola Minyak dan Gas (Migas), diatur dalam Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001. Dalam pasal 13 ayat 3 (p) disebutkan: Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu: (p) pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat”.
Keenam, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin, Undang-undang ini tidak membahas secara khusus peran dan fungsi perusahaan dalam menangani fakir miskin, melainkan terdapat klausul dalam pasal 36 ayat 1 “Sumber pendanaan dalam penanganan fakir miskin, meliputi: c. dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan. Diperjelas dalam ayat 2 Dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf digunakan sebesar-besarnya untuk penanganan fakir miskin. Sedangkan pada Pasal 41 tentang “Peran Serta Masyarakat”, dalam ayat 3 dijelaskan bahwa “Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j berperan serta dalam menyediakan dana pengembangan masyarakat sebagai pewujudan dari tanggung jawab sosial terhadap penanganan fakir miskin.
Ketujuh, Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 13 Tahun 2012 tentang Forum tanggungjawab dunia usaha dalam penyelenggaraan Kesejehteraan Sosial. Kementrian Sosial memandang penting dibentuknya forum CSR pada level Provinsi, sebagai sarana kemitraan antara pemerintah dengan dunia usaha. Rekomendasi Permensos adalah dibentuknya Forum CSR di tingkat provinsi beserta pengisian struktur kepengurusan yang dikukuhkan oleh Gubernur.
Terakhir ada Regulasi di tingkat Propinsi, yakni Perda Propinsi Riau Nomor 6 Tahun 2012 tetang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility di wilayah Propinsi Riau.
CSR OH CSR. Tugas kami hanya membuka mata apa yang bisa kita lakukan ke depan dan akan dibahas secara mendalam di edisi 2. (A1)