Oleh KH.Bactiar Achmad
=====================
RokanHilir – Dalam sebuah riwayat dikisahkan; Bahwa suatu ketika Syaikh Abdullah Al-Mur-ta’asyi mengadakan perjalanan dakwah keliling dengan menumpang sebuah perahu besar. Dan ternyata di dalam perahu tersebut banyak penumpang lain yang mengenal beliau.
Ketika perahu sudah berlayar jauh di tengah lautan yang luas, beberapa penumpang datang kepada sang ulama dan salah seorang di antaranya bertanya: “Wahai tuan Syaikh, tolong beri kepada kami resep jitu dan pelajaran yang berharga, agar keimanan dan ketakwaan kami bertambah besar kepada Allah Ta’ala.”
Mendengar pertanyaan itu, Syaikh Abdullah hanya menjawab singkat: “Sebagaimana yang telah diajarkan oleh baginda Rasulullah SAW, hendaklah kalian banyak-banyak mengingat mati.

”Dan oleh karena jawaban sang ulama mereka anggap sebagai sesuatu yang dan biasa-biasa saja, maka dengan agak kesal mereka lalu pergi tanpa pamit sepatah katapun meninggalkan sang ulama.
Beberapa saat kemudian dengan kehendak Allah, tiba-tiba datanglah badai dahsyat, yang mengombang-ambingkan perahu yang mereka tumpangi. Sehingga seketika itu juga semua penumpang dan anak buah kapal berteriak-teriak ketakutan seraya berdo’a dengan menghiba-hiba memohon pertolongan Allah.
Selang beberapa waktu kemudian; setelah badai reda dan suasana laut kembali menjadi tenang, maka beberapa penumpang kembali mendatangi Syaikh Abdullah Al-Mur-ta’asyi dan bertanya beliau: “Wahai tuan syaikh, apakah tuan tidak menyadari, bahwa ketika badai datang tadi tak ada yang mampu menghindarkan kita dari sang maut ?”
Dengan tenangnya Syaikh Abdullah menjawab: “Tentu saja saya tahu hal itu. Sebab kedatangan sang maut tidak hanya saya ingat dalam keadaan kritis di lautan sebagaimana yang kita alami tadi. Akan tetapi juga dalam keadaan tenang di daratan saya selalu merenung dan ingat pada kematian yang kapan saja siap menjemput kita.

مَا تَسْبِقُ مِنْ أُمَّةٍ أَجَلَهَا وَ مَا يَسْتَئْخِرُونَ
Oleh sebab itulah sedikitpun saya tidak merasa khawatir ketika perahu yang kita tumpangi ini diserang badai. Dan inilah salah rahasianya mengapa Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk selalu mengingat mati.
Tujuannya adalah agar kita memiliki ketenangan jiwa dan kesabaran dalam mengimani ketetapan Allah Subhana Wa Ta’ala. Tidak seperti kebanyakan orang yang Allah sindir dengan Firman-Nya.” Kemudian Syaikh Abdullah melanjutkannya dengan membaca firman Allah Ta’ala: “Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (Q.S. Al-Israa’: 67) Dan mendengar penuturan sang ulama, para penumpang tersebut hanya terdiam seribu bahasa, lantaran merasa berdosa telah mengabaikan nasihat Syaikh Abdullah sebelum merena diserang badai.
Mengacu pada riwayat tersebut, maka sesungguhnya sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW, kematian adalah merupakan salah satu dari dua penasehat utama bagi setiap orang yang beriman untuk meningkatkan keimanan dan ketakwa-annya kepada Allah Ta’ala.
Penasehat pertama adalah yang beliau sebut sebagai penasehat bersuara, yakni Kitabullah atau Al-Qur’anul Kariim; yang sudah seharusnya setiap saat kita baca dan kita kaji, untuk menambah ilmu dan meningkatkan kesadaran kita, agar selalu ingat untuk apa kita diciptakan dan segala hal yang berkaitan dengan penciptaan tersebut.

Sedangkan penasehat kedua, adalah penasehat yang tidak bersuara; yakni “sang maut” atau kematian yang selalu menyertai kehidupan kita dimanapun kita berada.
Walaupun disebut sebagai salah satu penasehat utama agar kita selalu waspada dan berupa meningkat-kan keimanan dan keta’atan kepada Allah dalam upaya menyiapkan bekal setelah malaikat maut datang menjemput. Akan tetapi banyak di antara kita, bahkan mungkin diri kita sendiri selalu mengabaikan dan mengacuhkan nasehat tersebut dengan begitu saja. Padahal nyaris setiap saat kita melihat bagaimana kematian itu datang dan membawa pergi saudara atau ahli keluarga kita sendiri, tanpa ada pemberitahuan lebih awal.
Dalam hal ini kita tentu bisa melihat, bahwa adakalanya kematian itu memang ada yang prosesnya kita anggap wajar dan berjalan lamban semisal mati lantaran penyakit yang diderita seseorang. Ada pula yang prosesnya sangat cepat, bahkan sekaligus merenggut banyak nyawa semisal terjadinya musibah gempa; kecelakaan pesawat dan kondisi lainnya.
Banyak di antara kita yang lalai dan lupa, bahwa kematian adalah sesuatu yang amat dekat dan melekat dengan kehidupan yang kita jalani; Kita lupa, bahwa kematian setiap saat bisa datang dan menerkam tanpa pernah diduga-duga sebagaimana yang dika-takan oleh “sahabat” Abu Bakar As-Shiddiq r.a; Bahwa kematian itu hanya selangkah dan berjalan sangat cepat di belakang kita, sementara angan-angan dan dunia yang kita inginkan ada ribuan kilometer di hadapan dan juga berjalan dengan sangat cepatnya meninggalkan kita.
Kebanyakan di antara kita baru sadar agak sesaat setelah “sang maut” datang menjemput. Dimana tatkala ketika tersiar kabar, bahwa “si Anu”mati; sudah berpulang ke rahmatullah; padahal kemarin masih sempat minum kopi dan ngobrol bersama. Maka di saat itu barulah kita sadar agak sejenak, bahwa kematian memang tak bisa diajak kompromi dengan kemauan kita.
Akan tetapi setelah jenazah “si Anu” tadi di antarkan ke kuburan dan selesai dimasukkan ke dalam perut bumi, maka kita pun lupa pada kematian yang telah merenggut saudara; sahabat atau orang yang kita cintai tersebut. Dan selanjutnya kitapun kembali sibuk dan dilalaikan oleh urusan duniawi yang kita kejar ke sana ke mari.
Hendaklah kita selalu ingat, bahwa tidak ada satupun perkara yang dapat menghalangi atau menangguhkan kematian tatkala datang menjemput kita. Dan hal ini sudah diingatkan Allah dengan Firman-Nya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematian-nya; dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Munafiquun: 9-11)
Sedangkan di ayat yang lain Allah berfirman: “Tiap-tiap umat mempunyai batas wak-tu (ajal); maka apabila telah datang waktu-nya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Q.S. Al-A’raaf: 34).
Bahkan kemanapun kita mencari perlindungan, maka tidak ada satupun tempat yang dapat digunakan sebagai tempat menyembunyikan diri sebagaimana yang ditegaskan Allah dengan Firman-Nya: “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (Q.S. An-Nisaa’: 78)
Oleh sebab hal yang demikian itulah Rasulullah SAW berpesan kepada kita untuk selalu mengingat sang maut atau kematian yang setiap saat dapat datang menjemput kita, sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzy; An-Nasa’i; Ibnu Majah; Al-Hakim dan Al-Baihaqi dari Abu Hurairah r.a; Bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Hendaklah engkau memperbanyak mengingat pemutus segala macam kenikmatan, yakni kematian”. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 25 Muharram 1440 H / 5 Oktober 2018