Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 19 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Dalam keterangan persnya, Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH., MH., menjelaskan keawak media Senin (18/3/2024) adapun 19 perkara yang dihentikan yaitu:
1. Tersangka Rendi Sukrisno als Cikung bin Triyono (Alm) dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Medison Harefa alias Ama Andi dari Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Ichwan Effendi Simbolon als Iwan Gembung dari Kejaksaan Negeri Medan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4. Tersangka Musa Siregar dari Kejaksaan Negeri Labuhanbatu, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
5. Tersangka Mulyono bin Sarpani dari Kejaksaan Negeri Pontianak, yang disangka melanggar Pertama Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Ketiga Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Beril Rozi als Ozi bin Junaidi (Alm) dari Kejaksaan Negeri Pontianak, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Kedua Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
7. Tersangka Nurasiah alias Mara binti Hasballah dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.
8. Tersangka Hitman Lumban Gaol dari Kejaksaan Negeri Langsa, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.
9. Tersangka Rivaldo Kilapong alias Vito alias Cecep dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
10. Tersangka Max Riel Timbong dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
11. Tersangka Din Tulong alias Din dari Kejaksaan Negeri Kotamobagu, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
12. Tersangka Densi Indra Jasa bin Ibrahim dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Timur, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
13. Tersangka Yones Anggara bin Nin Subroto dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
14. Tersangka Hasan Saidi bin Asdul dari Kejaksaan Negeri Palembang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
15. Tersangka Chandra anak dari Man Lek Sang dari Kejaksaan Negeri Palembang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
16. Tersangka I Candra Latif alias Anda, Tersangka II Rizkal Amhadji alias Ikal, Tersangka III Dimas Saputra B. Saud alias Koko, dan Tersangka IV Febriyanto Otoluwa alias Febri dari Kejaksaan Negeri Pohuwato, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan.
17. Tersangka Shelvy Triana binti (Alm.) Jumadi dari Kejaksaan Negeri Bulungan, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
18. Tersangka Irma Majid alias Irma binti H. Abd. Majid dari Kejaksaan Negeri Enrekang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
19. Tersangka Albert Bunbaban alias Rehan panggil Abe dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Kepulauan Tanimbar, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kemudian dijelaskan Ketut Sumedana, adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (redaksi)