Oleh: KH.Bachtiar Ahmad======================
Dalam kamus besar bahasa Indonesia makna kata “sesal” adalah: “perasaan tidak senang (susah; kecewa dan sebagainya) karena telah berbuat kurang baik”, sehingga timbullah perasaan berdosa atau bersalah terhadap apa yang telah dilakukan; maupun yang belum sempat dilakukan.
Akan tetapi rasa sesal atau penyesalan tidak hanya tumbuh karena telah salah mengambil keputusan, yang berdampak sangat buruk bagi kehidupan yang dijalani, sebab rasa sesal atau penyesalan juga bisa lahir, lantaran kurang Sempurna dalam melakukan suatu kebajikan, atau perbuatan yang dianjurkan oleh agama. Salah satu contoh bagaimana lahirnya sebuah rasa sesal lantaran kurang sempurna melakukan kebajikan, dapat kita simak dalam sebuah riwayat atau hadis Rasulullah SAW berikut ini:
“Suatu hari seperti yang telah biasa beliau lakukan, ketika salah satu sahabat meninggal dunia, maka Rasulullah SAW ikut mengantarkan jenazahnya sampai ke kuburan.
Dan pada saat pulang beliau sempatkan singgah di rumah duka untuk menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah itu.
Dalam kesempatan itu Rasulullah SAW bertanya kepada istri almarhum: “Wahai fulanah, apakah ada wasiat yang diucapkan almarhum sebelum ia meninggal dunia ?.
” Lalu si istri menjawab: “Secara khusus tidak ada ya Rasulullah. Akan tetapi pada saat nafasnya tersengal-sengal dan di antara dengkurnya memang saya mendengar ada sesuatu yang ia katakan. Namun apa yang dikatakannya sungguh tidak jelas; apakah hal itu memang semacam wasiat, atau hanya sekadar rintihannya saja, lantaran beratnya sakaratul maut yang ia hadapi.”
Kemudian Rasulullah SAW bertanya lagi: “Kalau engkau tidak keberatan, maukah engkau menceritakan apa yang diucapkannya itu.” Lalu perempuan yang baru ditinggal mati suaminya itupun berkata kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulullah, saya hanya mendengar ia berkata: “Andaikata lebih jauh lagi……; Andaikata yang masih baru ……; Andaikata semuanya……”
Mendengar ucapan istri sahabatnya yang baru saja meninggal dunia tersebut Rasulullah SA W hanya tersenyum dan berujar: “Sungguh benar apa yang di-katakan almarhum suamimu. Ia sama sekali tidak keliru dan hal itu sama sekali bukanlah igauan dalam sakaratul mautnya. Hanya saja kalian tidak tahu apa maksudnya.”
Istri almarhum dan para sahabat beliau yang saat itu berada disekitar Rasulullah SAW hanya bisa terbengong-bengong mendengar apa yang di-sampaikan oleh Rasulullah SAW tersebut. Dan tahu bahwa si istri dan para sahabatnya ingin mengetahui lebih lanjut apa yang tersembunyi di balik kalimat sahabat beliau yang baru saja meninggal dunia tersebut, maka dengan segala kelebihan yang diberikan Allah SWT kepada beliau, Rasulullah SAW lalu bersabda:
“Adapun perkataan-perkataan yang diucapkan suami atau saudaramu itu semuanya adalah berkaitan dengan rasa sesalnya terhadap apa yang telah dilakukannya. Adapun tentang ucapan “Andaikata lebih jauh lagi” berkaitan dengan perbuatannya yang suatu hari ketika ia akan berangkat ke masjid untuk sholat Jum’at. Ketika itu ia berjumpa dengan seorang buta yang bertujuan sama dengannya. Tatkala ia melihat langkah si buta tersebut tersaruk-saruk dalam melangkah lantaran tak ada yang menuntunnya, maka suamimulah yang menuntunnya hingga sampai ke masjid.
Dan tatkala ditunjukkan oleh Allah balasan dari amal sholehnya itu di saat ia akan menghembuskan nafas yang terakhir, maka sebab itulah ia mengucapkan kalimat “andaikan lebih jauh lagi” Sebab andai perjalanan ke masjid itu lebih jauh, maka tentu saja pahala yang akan diperolehnya jauh lebih besar dari apa yang dilihatnya ketika akan menghembuskan nafas terakhir.”
Selanjutnya setelah terdiam beberapa saat, Rasulullah SAW kembali bersabda: “Adapun ucapannya yang kedua dikatakannya, tatkala ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepada lelaki tersebut.
Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, “Andaikata yang masih baru kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi”. Kemudian sambil melihat kepada istri almarhum, Rasulullah meneruskan ucapannya: “Tentunya kamu masih ingat, pada suatu ketika suamimu pulang ke rumah dalam keadaan sangat lapar dan ia meminta disediakan makanan.
Lalu engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan menghembuskan nafasnya, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya itu.
Karenanya, ia pun menyesal dan berkata “kalau aku tahu begini hasilnya, musafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda” Nah, itulah maksud dari ketiga kalimat yang telah diucapkan almarhum di saat akhir hayatnya.”
Sehubungan dengan riwayat di atas, yang berkaitan dengan adanya rasa sesal yang tumbuh dari kurang sempurnanya perbuatan baik yang dilakukan seseorang, maka As-Syaikh Abdullah Al-Ghazali di dalam Risalah Tafsir mengutip satu firman Allah SWT yang secara umum dikaitkannya dengan keadaan tersebut:
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Tuhan-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?”
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.Al-Munafiqun: 10-11)
Sementara itu yang berkaitan dengan adanya rasa sesal dari orang-orang yang telah berbuat kejahatan, maka secara transparan Allah SWT menjelaskan melalui firman-Nya: “Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati. // Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tiada datang seorang rasulpun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya.” (Q.S. Yaa-Siin: 29-30)
Oleh sebab itu, memperhatikan beberapa pengajaran di atas, maka ada baiknya kita senantiasa berfikir lebih dulu tentang untung ruginya sebuah pekerjaan yang dilakukan. Bahkan untuk itulah dalam pepatah Melayu ada dikatakan: “Sesal dahulu pendapatan; Sesal kemudian tiada berguna.” Atau dikatakan juga: “Sesal dahulu yang bertuah; Sesal kemudian bawa celaka” Dimana melalui pepatah petitih di atas kepada setiap orang diingatkan, agar benar-benar berpikir terlebih dahulu untuk membuat satu keputusan sebelum melaksanakan sesuatu perkara. Wallahua’lam. Jakarta, 15 Ramadhan 1439 H / 31 Mei 2018.