ROHIL – Terlahir dengan cacat buta mata permanen, Muhammad Nur (44), kini menjadi salah satu qori hapal Qur’an di Provinsi Riau.
Tak terhitung berapa banyak penghargaan yang diraih Muhammad Nur, sejak menjadi qori hapal Qur’an, yang diperoleh dari berbagai ajang Musyabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ).
“Saya sudah ikut MTQ sejak tahun 87, di Kabupaten Kampar. Jadi sudah tidak terhitung lagi berapa banyak penghargaan yang saya peroleh,” kata Muhammad Nur, yang ditemui media ini usai tampil sebagai peserta di MTQ XVI Rohil 2019, di Masjid Al Khairiyah, Jalan Madrasah, Kota Bagansiapiapi.
Di tingkat kabupaten, sebut Muhammad Nur, mendapatkan predikat sebagai juara pertama dan juara ke dua merupakan langganan tahunan. Sedangkan di tingkat provinsi, ujar Muhammad Nur, dirinya belum pernah memperoleh juara pertama.
“Saya belum pernah ikut sebagai peserta MTQ tingkat nasional. Sebab, di MTQ tingkat provinsi, saya belum pernah meraih juara pertama. Paling juara dua atau juara tiga di tingkat provinsi,” ujar Muhammad Nur, yang lahir di Kampung Panjang, Air Tiris, Kabupaten Kampar.
Muhammad Nur, yang saat itu bersama istrinya, Wahyu Krisnawati, mengatakan sejak puluhan tahun mengikuti MTQ di Riau, di MTQ Riau di Siak pada 2008, merupakan MTQ yang meninggalkan kesan manis bagi dirinya. Meski menempati peringkat ke tiga, kenang M Nur, ia berhasil membawa hadiah uang tunai Rp 9 juta. Hadiah itu, kata dia, merupakan hadiah terbesar yang diperoleh sejak belasan tahun menjadi qori.
“Sekarang hadiahnya semakin menurun. Katanya disebabkan anggaran di APBD yang juga menurun. Kini juara satu di provinsi paling Rp 5 juta sampai Rp 6 juta,” ujar Muhammad Nur, yang di MTQ XVI Rohil 2019 merupakan utusan dari Kecamatan Rimba Melintang.
Perjalanan Muhammad Nur, sebagai qori hapal Qur’an penuh dengan duka. Terlahir dengan cacat mata permanen, membuat Muhammad Nur, tidak dapat beraktifitas sebagai mana anak-anak normal lainnya. Hingga pada usia 4 tahun, ia pun diajarkan menghapal Qur’an.
“Dulu menghapal Qur’an dengan mengunakan kaset tape. Sekarang menghapal dengan mengunakan aplikasi android. Suara mengaji didengar, dan selanjutnya dihapalkan. Sekarang hapal sekitar 55 surat, baik surat pendek, maupun surat panjang Al -Qur’an,” katanya.
Nur memulai debutnya sebagai qori hapal Qur’an sejak usia remaja. Sebelum ikut meramaikan MTQ di Kampar, tanah kelahirannya, Muhammad Nur, mencari nafkah dengan meminta sedekah sambil melantunkan ayat-ayat Qur’an diberbagai pasar di Kampar, dan Pekanbaru. Sejak bergabung sebagai qori di Rohil, Muhammad Nur, lebih mendapat perhatian.
Jika tidak ada musyabaqoh, atau pelatihan, aktifitas sehari-hari Muhammad Nur, meminta sedekah sambil melantunkan ayat-ayat Qur’an di pasar-pasar. “Sambil duduk meminta sedekah membaca ayat yang dihapalnya. Itu aktifitas sehari-harinya, selain menghapal Qur’an,” kata Wahyu, yang menikah dengan Muhammad Nur, sejak 11 tahun lalu.
Dikatakan Wahyu, mereka pernah mencoba usaha membuka kedai. Akan tetapi usaha tersebut bangkrut. “Banyak yang berhutang, dan tidak mau membayar. Akhirnya kembali lagi ke pasar minta sedekah,” pungkas Wahyu.
Editor : Amran