SumatraTimes.co.id – Ketua tim ekskavasi Situs Kumitir, Wicaksono Dwi Nugroho, menarik kesimpulan awal bahwa situs di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto merupakan bekas puri Bhre Wengker.
Ekskavasi tahap pertama Situs Kumitir dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur pada 4 Agustus hingga 9 September 2020. Bhre Wengker sendiri ialah wakil Raja Majapahit yang berkuasa di daerah selatan, meliputi Tulungagung, Trenggalek dan Ponorogo.
Dari temuan struktur talud, dinding, artefak, dan inskripsi di lokasi penggalian selama satu bulan ini, Wicaksono kemudian mencocokkan dengan isi naskah Negarakertagama, Pararaton, Kidung Wargasari, sketsa rekonstruksi Maclaine Pont, sketsa rekonstruksi Stutterheim pada 1949, sketsa rekonstruksi Pigeaud, dan peta Kromodjojo Adinegoro pada 1921.
“Dugaan kami sementara, Situs Kumitir ialah bekas puri atau pesanggrahan Bhre Wengker,” kata Wicaksono di lokasi ekskavasi, Sabtu sore, 12 September 2020.
Berdasarkan Negarakertagama, kata Wicaksono, Bhre Wengker atau Wijayarajasa membangun pendharmaan di kompleks puri untuk Narasinghamurti atau Mahesa Cempaka yang meninggal setelah 1268.
Mahesa Cempaka, anak Ken Arok dari Ken Dedes, masih terhitung leluhur Bhre Wengker. “Karena Mahesa Cempaka bukan seorang raja, oleh Bhre Wengker ia dibuatkan candi tapi tidak besar,” katanya.
Wicaksono mengimbuhkan, berdasarkan Negarakertagama, Pararaton dan Kidung Wargasari, semula tim arkeolog berasumsi bahwa Situs Kumitir ialah bekas pendharmaan Mahesa Cempaka.
Namun, hasil penggalian selama satu bulan ini menuntun dia pada kesimpulan awal bahwa pendharmaan hanya bagian kecil dari situs seluas 6 hektare itu. Sebab, dari hasil ekskavasi, diketahui bahwa di sisi barat terdapat bekas-bekas dinding tembok setinggi 2,3 meter dengan tebal 2 meter.
Di sektor A, tim ekskavasi juga menemukan batu-batu kotak yang tercerai berai, batu-batu putih yang telah rusak, bolder dan selubung tiang. Banyaknya temuan genteng di sektor A, B, C juga membuat Wicaksono dan kawan-kawan ragu bahwa Situs Kumitir hanya pendharmaan semata.
“Cenderung pada bangunan besar menjulang tinggi beratap genteng dan berlatai batu putih. Sebab kalau candi, tidak mungkin ada genteng,” katanya.
Ihwal Situs Kumitir merupakan kompleks puri, ujar Wicaksono, diperkuat pula oleh temuan struktur benteng yang mengelilingi bangunan utama. Di tiap sudutnya terdapat gardu penjagaan.
“Kami penasaran, bangunan apa ini kok istimewa banget, sampai dijaga begitu ketat,” katanya.
Menurut Wicaksono, interpretasi itu klop dengan isi Negarakertagama yang menyebut puri Bhre Wengker sebagai ‘istana ajaib’. Di teks itu juga terdapat kata-kata ‘teratur rapi semua perumahan di benteng timur. Di timur menjulang Istana Wengker dan Rani Daha, bersebelahan dengan Istana Matahun dan Rani Lasem.’
Wicaksono mengatakan telah mengukur sudut Kumitir dengan puncak Gunung Penanggungan sebagai mikrokosmis Majapahit. Selain Penanggungan, ia juga mengukur sudutnya dengan Candi Bajangratu.
Menurut Wicaksono, dari pengukuran-pengukuran itu terdapat kesesuaian.
“Sehingga kami berkesimpulan di Wilwatiktapura (Majapahit), selain ada istana buat raja, juga ada tempat-tempat yang disediakan untuk para bhre sebagai istana singgah,” kata Wicaksono.***
Sumber: Tempo.co
Editor: amran