PEKANBARU – Poros Muda Riau, Senin, 14 September 2019, mengadakan Fokus Diskusi Group (FGD) bertema: ‘Kursi Empuk Bupati / Walikota di Pilkada Serentak di Riau 2020, Mencari Elang Bukan Belalang’.
FGD kali ini menghadirkan 7 pimpinan partai politik Riau, antara lain Marjohan (Gerindra), Husaimi (PPP Riau), Masnur (Golkar Riau), unsur Pimpinan PAN Riau, Sugianto, dan Firdaus dari unsur Pimpinan PKB Riau, M Solihin (PDI P Riau) dan M Edy Yatim (Demokrat Riau), tokoh masyarakat Riau A Z Fachri Yasin, tokoh muda Riau H Sapaat, dan Moderator Presiden BEM Universitas Riau Syafrul.
Diskusi berlangsung hangat diikuti generasi muda danpergerakan mahasiswa, unsur KAMMI dan HMI, yang tergabung dalam Poros Muda Riau dengan elemen yang bergabung di Poros Muda Riau sebanyak 21 Organisasi Kepemudaan dan Kemahasiswaan / BEM.
Poros Muda Riau mendorong beberapa Issue Idealisme ke Pimpinan Partai di Riau terkait :
- Bagaimana proses seleksi kandidat Kepala Daerah agar betul-betul memilih yang memiliki kompetensi dan daya jual ke masyarakat (Popularitas, Elektabilitas, Integritas) sesuai dengan Kultur Melayu setempat. Di mana Melayu dapat menjadi Tuan / Pimpinan di Tanah Melayu itu sendiri.
- Mendorong efesiensi dan tidak ada mahar di Partai Politik secara terbuka pada Pilkada di 9 Kabupaten dan kota di Riau.
- Mendorong efesiensi di level masyarakat utk melihat dan mempelajari Visi Misi Peserta Pilkada Kepala Daerah.
- Mendorong efisiensi proses selama masa kampanye serentak.
- Pengawasan berlapis dari stakeholder penyelenggara pilkada.
Lima point tersebut adalah sebuah idealisme yang perlu di dorong pada Pilkada serentak di Riau, meliputi Dumai, Rohil, Bengkalis, Siak, Rohul, Pelalawan, Kuansing, Meranti dan Inhu.
Dalam kesempatan tersebut Tokoh Masyarakat Riau AZ Fachri Yasin mendorong kenapa tidak bisa berpasangan sesama orang Melayu. Ini tentu menjadi pertanyaan kita semua, dan mungkin ada sebabnya termasuk bergantung pada pengkaderan partai.
Husaimi dari Pimpinan PPP Riau yang juga anggota DPRD Riau menyampaikan bahwa yang perlu diperbaiki adalah proses demokrasi pemilihan kepala daerah sehingga tidak perlu mengeluarkan ongkos mahal dalam setiap tahapannya,
“ini tentu kita harus merubah Undang Undang. Termasuk Pilkada itu yang penting adalah ada visi Dan misi, termasuk komitmen para peserta Pilkada setelah terpilih nanti,” pungkas Husaimi.
Politisi Golkar Riau H Masnur menambahkan sebuah autokritik bahwa penting konsep konektivitas antar Kabupaten dan Kota di Riau, termasuk konektivitas antara Visi dan Misi Kabupaten / Kota juga menyambung atau sejalan dengan Visi Misi Provinsi Riau.
“Sehingga ke depan dalam membangun di daerah bisa selaras dan saling menopang antar Kabupaten Kota serta level Provinsi,” ujar Masnur.
Kaum pergerakan dari HMI mendorong agar proses Pilkada secara Ideal dapat menghasilkan Kepala Daerah yang ‘bebas HUTANG’ saat maju. Sehingga diharapkan memutus rantai peluang korupsi selama menjabat dan taat pada prosedur dan birokrasi yang aspiratif, dan solutif, serta fokus bekerja untuk masyarakat.
“Harapannya ke depan, nama Riau tidak lagi tercoreng karena Kepala Daerah menjadi Incaran KPK dan aparat penegak hukum lainnya,” ucap Masnur.
Narasumber bersepakat agar FGD seperti ini dapat diadakan kembali dalam waktu dekat dengan perserta yang lebih sedikit, namun mencerminkan keterwakilan Unsur Pimpinan Partai, Unsur Tokoh Masyarakat, Unsur Akademis dan Pemuda.”Agar lebih dapat mencari solusi lebih solutif,” tutup Ketua Panitia Heri Kurnia. (dian ratna sari)
Redaksi / Editor: Amran