SumatraTimes.co.id – Prospek perkembangan industri kelapa sawit Indonesia mengalami peningkatan baik dari areal maupun produksi.
Hal ini diungkapkan Dicky Tjahyono selaku SEVP Operation II PT Perkebunan Nusantara VII di acara Talkshow dengan Tema “Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan Mensejahterakan Rakyat Di Era New Normal” di Lampung Post, Selasa (12/8).
Menurutnya, di tahun 2019, luas areal perkebunan kelapa sawit tercacat mencapai 14.724.420 hektar.
Dari luasan tersebut, sebagian besar diusahakan oleh Perusahaan Besar Swasta (PBS) sebesar 54,75% atau seluas 8.061.636 hektar, Perusahaan Besar Negara (PBN) sebesar 4,26% atau seluas 627.042 hektar dan Perusahaan Rakyat (PR) sebesar 40,99% atau seluas 6.035.742 hektar.
Selama lima tahun terakhir (Tahun 2015-2019), luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 6,3% kecuali pada Tahun 2016 luas areal kelapa sawit sedikit mengalami penurunan sebesar 0,5% atau berkurang seluas 58.811 hektar, dan peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2017 sebesar 25,4% atau bertambah seluas 2.847.257 hektar. Dari tahun 2015 hingga tahun 2019, total luas areal kelapa sawit bertambah seluas 3.735.734 hektar.
“Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit dari tahun ke tahun menunjukkan sektor industri sawit masih terus tumbuh terutama oleh pengusahaan Perkebunan Besar Swasta, namun sayangnya hal ini tidak dapat dimanfaatkan oleh Perkebunan Besar Negara yang terlihat tidak menunjukan perkembangan luas areal yang signifikan,” papar dia.
Sedangkan untuk produksi, kata Dicky, rata-rata produktivitas minyak sawit per Hektar di Indonesia masih sangat rendah. Tingkat produktivitas dari tahun 2015-2019 tidak banyak mengalami peningkatan bahkan cenderung stagnan, untuk produktivitas berdasarkan total luas kebun sawit adalah sebesar + 2,7 ton/ha, sedangkan untuk produktivitas berdasarkan total kebun yang sudah TM adalah sebesar + 3,6 ton/ha.
Bicara soal harga, tambah Dicky, trend harga CPO yang mengalami kenaikan memasuki tahun 2020, industri minyak sawit Indonesia menghadapi sejumlah problem. Ada trend penurunan produksi di awal tahun sebagai dampak kemarau panjang 2019, baik jumlah dan ukuran tandan buah segar sawit.
Oleh karena harga sawit sebagai minyak nabati sebagian diserap untuk kebutuhan primer (makanan dan energi), pandemi Covid 19 tidak serta-merta membuatnya mengkerut.
Sejumlah negara yang menderita oleh Covid-19 pun, seperti Mesir, Pakistan, India, dan Bangladesh tetap menunjukkan permintaannya yang kuat.
Tiongkok dan Amerika juga tetap menjadi pasar potensial. Masih banyak pedagang yang berani membeli harga CPO yang relatif tinggi di bursa berjangka sehingga CPO dianggap tahan banting di tengah pasar dunia yang sedang meriang akibat covid-19.***
Sumber: onlinemetro.id
Editor: amran