Solo- Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (BEM UNS) Surakarta menyoroti revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Komisi III DPR RI.
Presiden BEMM UNS, Muhammad Faiz Zuhdi menyoroti Rancangan Undang-Undang (RUU KUHAP), khususnya Pasal 5 Ayat 2 Huruf a, yang dinilai membuka celah penyalahgunaan kewenangan oleh penyidik.
“Dalam ketentuan tersebut disebutkan bahwa tindakan hukum seperti penangkapan, pelarangan bepergian, penggeledahan, hingga penahanan dapat dilakukan atas perintah penyidik. Kewenangan yang memberikan peluang adanya pelanggaran hak asasi manusia,” kritik Presiden BEM UNS, Muhammad Faiz Zuhdi yang disampaikan kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal ini, Faiz menilai perlu ada batasan dan kejelasan peran penyidik dalam pelaksanaan tugasnya. Dia menilai pasal tersebut memberikan keistimewaan berlebihan kepada institusi aparat penegak hukum, minimnya pengawasan dan berpotensi arogansi kekuasaan dalam praktiknya.
“Pasal 5 ayat 2 huruf a seharusnya dijelaskan lebih rinci terkait peran dan batasan penyidik, seperti durasi penyelidikan, hingga hak dan kewajiban baik dari sisi penyidik maupun korban. Hal ini penting agar sejalan dengan semangat kepastian, kemanfaatan dan keadilan hukum dalam KUHP baru,” ujarnya.
Faiz yang juga Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum UNS, menyampaikan kekhawatiran publik terhadap potensi penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum, khususnya terkait kewenangan penyidik dalam melakukan penangkapan secara langsung. Ia menilai, ketentuan baru yang tengah dibahas di Komisi III DPR RI itu perlu dikaji secara mendalam dengan mengedepankan prinsip transparansi.
Menurutnya, KUHAP memiliki fungsi penting dalam menjamin akuntabilitas proses hukum, termasuk keharusan adanya surat resmi dan berita acara pemeriksaan (BAP) dalam proses penangkapan. Ketidaksesuaian prosedur hukum, tambahnya, bisa melanggar asas praduga tak bersalah meski tersedia mekanisme praperadilan.
Faiz juga menekankan pentingnya pelibatan publik dalam proses perumusan undang-undang, tidak hanya secara formil tetapi juga material. Keterlibatan masyarakat, menurutnya, merupakan kunci untuk memastikan bahwa undang-undang yang dihasilkan memenuhi prinsip keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
“Sejalan dengan perumusan undang-undang lain, masyarakat berharap proses penyusunan revisi KUHAP dapat dilaksanakan secara terbuka dan melibatkan publik, agar nilai-nilai hukum dapat benar-benar diwujudkan,” tegasnya. ( rilis)