Rokan Hilir – Negara Indonesia adalah negara Penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia dan telah membukukan bahwa minyak kelapa sawit merupakan penghasil Devisa terbesar pada lima tahun terakhir.
Sesuai sejarah, pada 2017, kelapa Sawit menyumbang Devisa sebesar 307 Triliun dan 127 Triliunnya berasal dari Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat.
Namun sangat miris, sang juara penyumbang devisa,nasib malang dan berulang, bahwa keberadaan CPO Indonesia menjadi bulan-bulanan Negara Asing khususnya Negara Importir CPO Indonesia.
Jika Indonesia tidak mampu meyakinkan Negara Importir CPO Indonesia, maka akan berakibat fatal bagi kelangsungan industri kelapa sawit di Indonesia.
Ancaman itu merupakan catatan dari Misi Diplomasi Sawit Eropa yang dikirim Oleh Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPW. APKASINDO) Riau, Gulat ME. Manurung ke redaksi Sumatratimes. Com. Senin (15/10).
Mengapa separah itu, Gulat melihat dengan jelas bahwa saat ini Negara – negara Importir CPO. Bertubi-tubi melaksanakan kampanye negatif terhadap Industri kelapa sawit Indonesia.
Akibatnya, telah menambah beban pada anggaran negara karena harus keliling Dunia mengcounter issue negatif tersebut, setelah dari Jepang, India, Rusia, Prancis, Pakistan, kini giliran Swiss dan Spanyol yang menjadi tugas delegasi Indonesia melalui Diplomasi Sawit Indonesia.
Nasib baiklah puji Gulat, keberhasilan Diplomasi Sawit Indonesia di Roma yang dipimpin oleh Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan yang sukses melakukan Diplomasi memberikan kelegaan yang cukup signifikan.
“Bagaimana tidak, setelah Uni Eropa (UE) mengeluarkan keputusan bahwa tahun 2020 Stop Pemakaian CPO diseluruh negara Eropa telah mengacaukan ekonomi kelapa sawit di Indonesia, yang tampak jelas dengan menurunnya ekspor CPO Indonesia ke negara-negara Eropa. Paparnya khawatir kalau tidak segera di atasi oleh Indonesia maka akan memperparah derita petani sawit.
Sekalipun penurunan Eksport CPO ini tidak begitu signifikan sambung Peneliti Fisiologi kelapa Sawit ini, akan tetapi harga TBS ditingkat petani sudah terjun bebas sampai menyentuh level Rp. 600-800/Kg TBS.
Tentu dengan kondisi seperti ini jelasnya sangat membuat kocar-kacirnya Petani Sawit yang faktanya usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia 41,2% di kelola oleh petani swadaya.
Beruntung, keberhasilan Diplomasi Sawit di Roma kemarin sangat di apresiasi oleh seluruh pelaku usaha tani kelapa sawit di Indonesia, dimana Masyarakat UE mau mengundur Stop Penggunaan CPO menjadi tahun 2030.
” Dengan penambahan range 10 tahun ini dirasa cukup buat Indonesia untuk memikirkan bagaimana Indonesia tidak hanya mengeksport CPO saja tetapi harus bekerja keras memproduksi produk turunan dari CPO, sehingga kedepannya CPO bukan merupakan produk utama dari eksport tetapi sudah menjadi produk turunan dari CPO. Tutupnya puas. (R1).