JAKARTA – Pemerintah berhasil menurunkan jumlah penduduk buta aksara. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional, Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, penduduk buta aksara turun menjadi 3,29 juta orang, atau hanya 1,93 persen, dari total populasi penduduk.
Sebagai mana diberitakan sindonews.com, pada tahun 2017, jumlah penduduk buta aksara tercatat 3,4 juta orang. Penuntasan buta aksara menjadi salah satu fokus program pemerintah.
Pada awal kemerdekaan tahun 1945, penduduk buta aksara mencapai 97 persen. Namun, pada 2015, penduduk buta aksara telah berkurang menjadi 3,4 persen, atau 5,6 juta orang.
Jumlah ini terus turun seiring upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam menjalankan beragam program, dan kegiatan untuk menuntaskan buta aksara. Antara lain, memperkuat program pendidikan keaksaraan dengan budaya, keterampilan, dan bahasa.
”Kami melaksanakan program keaksaraan dalam dua tingkatan, yaitu keaksaraan dasar bagi warga yang masih buta aksara, dan keaksaraan lanjutan bagi yang telah menyelesaikan program keaksaraan dasar,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Harris Iskandar, pada jumpa pers di Persiapan Peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-54, di Kantor Kemendikbud RI, Jakata, Kamis (29/8/2019).
Kemendikbud juga menggulirkan program-program keaksaraan dengan memperhatikan kondisi daerah, seperti program keaksaraan dasar padat aksara, program keaksaraan dasar bagi komunitas adat terpencil/khusus, program keaksaraan usaha mandiri, dan program multi keaksaraan.
Kemendikbud juga melakukan pemberantasan buta aksara dengan sistem blok atau klaster, yaitu memusatkan program di daerah-daerah padat buta aksara seperti Papua (22.88 persen), Sulawesi Selatan (4,63 persen), Sulawesi Barat (4,64 persen), Nusa Tenggara Barat (7,51 persen), Nusa Tenggara Timur (5,24 persen), dan Kalimantan Barat (4,21 persen).
Selain itu juga dilaksanakan program paska buta aksara. Program tersebut di antaranya pendidikan keaksaraan usaha mandiri (KUM) dan pendidikan multikeaksaraan. KUM berorientasi pada pemeliharaan keberaksaraan dengan fokus keterampilan usaha mandiri.
Sedangkan multikeaksaraan berorientasi pada pemerliharaan keberaksaraan dengan fokus pada lima tema pemberdayaan masyarakat, yakni profesi/pekerjaan, pengembangan seni budaya, sosial politik dan kebangsaan, kesehatan dan olahraga, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menurut dia, keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam memberantas buta aksara memperoleh penghargaan dari UNESCO pada tahun 2012, yakni King Sejong Literacy Prize. Selain itu, sejak akhir 2018, pemerintah Indonesia dipilih sebagai Komite Pengarah Aliansi Global Literasi (Global Alliance for Literacy) UNESCO, atas keberhasilan Indonesia memberantas buta aksara.
Kemendikbud menegaskan kesiapannya menggelar peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-54 pada tanggal 5-8 September 2019. Puncak peringatan akan diselenggarakan pada tanggal 7 September 2019, di Lapangan Karebosi, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Kegiatan tersebut diselenggarakan sebagai wujud komitmen Indonesia dalam pengentasan buta aksara, dan melaksanakan komitmen internasional yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). UNESCO menetapkan 8 September sebagai Hari Aksara Internasional.
“Dengan memperingati Hari Aksara Internasional, kita perkuat komitmen seluruh pemangku kepentingan pendidikan, baik tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota dalam penuntasan buta aksara,” tutur Harris.
Tema HAI ke-54 yang diusung oleh UNESCO adalah Literacy and Multilingualism. Mengacu tema tersebut, Kemendikbud menetapkan tema nasional peringatan HAI tahun ini, yakni Ragam Budaya Lokal dan Literasi Masyarakat.
“Dengan tema ini, kami berharap program pendidikan keaksaraan dapat memanfaatkan peluang dari keberagaman budaya dan bahasa,” tutur Dirjen Harris.
Editor : Amran