SumatraTimes.co.id – Menko Polhukam Mahfud MD mengemukakan pelaksanaan kampanye tatap muka atau pengerahan massa pada Pilkada Serentak 2020 dibatasi.
Hal itu karena pelaksanaan Pilkada dilakukan di tengah penyebaran virus corona (Covid-19).
“Kampanye akan lebih banyak secara daring,” kata Mahfud dalam Rapat Koordinasi (Rakor) tentang pelaksanaan Pilkada di Jakarta, Selasa (22/9/2020).
Rakor dihadiri Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M Tito Karnavian, Pelaksana Tugas Harian (Plh) Ketua KPU Ilham Saputra, Ketua Bawaslu Abhan, para Sekjen Partai Politik serta para instansi terkait.
Ia menjelaskan KPU sedang merevisi aturan yang membatasi pelaksanaan kampanye. Berbagai kebiasaan seperti arak-arakan, konvoi, rapat umum yang menimbulkan kerumunan massa akan dilarang.
“Untuk memastikan penegakan protokol kesehatan akan dilakukan perubahan PKPU Nomor 10 tahun 2020. Antara lain akan mempertimbangkan pelarangan arak-arakan, kerumunan, rapat umum yang langsung yang melebihi jumlah tertentu,” jelas Mahfud.
Dia meminta para Sekjen Parpol agar bisa mensosialisasikan masalah pembatasan kampanye tersebut. Para Sekjen Parpol juga bisa mengingatkan para kadernya, terutama yang maju di Pilkada 2020 agar ketat menjalankan protokol kesehatan. Diantaranya harus disiplin menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun, gunakan hand sanitizer ketika sedang bepergian, menjaga jarak dan sebagainya.
“Ini tanggung jawab kita semua, tanggung jawab kontestan, tanggung jawab yang punya partai yang memimpin partai dan pemerintah,” tegas Mahfud.
Dia menyebut Kapolri Idham Azis telah mengeluarkan maklumat tentang penindakan bagi pelanggar protokol kesehatan. Penindakan bisa dikenakan sanksi pidana yang terbukti melanggar.
“Polri didukung TNI, Satpol PP dan Pemda akan melakukan penegakan disiplin dan hukum sesuai dengan maklumat Kapolri No 3 Tahun 2020 yang baru dikeluarkan kemarin. Disitu, ada perintah penegakan hukum pidana kalau terpaksa dilakukan. Dasar hukum pidananya banyak. Ada undang-undang, kitab undang-undang hukum pidana, undang-undang karantina kesehatan, undang-undang wabah penyakit menular, dan sebagainya. Dengan catatan, penegakan hukum pidana itu bersifat ultimum remedium, artinya tindakan terakhir jika langkah-langkah persuasif sudah tidak bisa lagi dilakukan karena selalu dilanggar,” tutup Mahfud.***
Sumber: BeritaSatu.com
Editor: amran