SumatraTimes.co.id – PT Timah Tbk (TINS) optimis kinerja keuangannya akan membaik di akhir tahun ini. Hal ini tidak lepas dari menguatnya harga timah global.
Sekretaris Perusahaan TINS, Abdullah Umar Baswedan, mengatakan harga timah mulai membaik setidaknya pada Mei dan Juni. Harga logam timah di LME membaik dengan rata-rata harga pada Juni 2020 sebesar US$ 17.119 per ton atau naik 9% dibandingkan bulan sebelumnya.
Bahkan, Senin (3/8), harga timah kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) berada di level US$ 18.013 per ton.
Sinyal positif tersebut menumbuhkan optimisme akan pulihnya pasar timah dunia setelah terpukul beberapa waktu akibat Covid-19.
“Naiknya harga timah ini menunjukkan permintaan timah mulai pulih. Di saat yang bersamaan supply dunia juga menurun. China misalnya mengurangi produksi. Otomatis harga berpotensi naik,” kata Umar kepada Kontan.co.id, Selasa (4/8).
Meski demikian, dia memproyeksi, volume produksi TINS tahun ini akan sedikit turun akibat efek pandemi Covid-19. Efek pandemi memang berpengaruh di segmen operasi baik penambangan internal maupun di penambangan mitra. Hal ini karena operasional TINS diperketat dan harus mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Hal ini terbukti dari turunnya realisasi produksi TINS sepanjang semester I-2020. TINS mencatat produksi bijih timah sebesar 24.990 ton atau turun 47,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 47.423 ton.
Adapun produksi logam juga turun 26,2% menjadi 27.833 ton dari sebelumnya mencapai 37.717 ton di periode yang sama tahun sebelumnya. Meski demikian, penurunan volume produksi ini akan dibarengi oleh kenaikan harga timah global.
Sebagai gambaran, tahun lalu TINS mencatatkan volume produksi logam timah TINS mencapai 76.389 MT, naik dari realisasi produksi tahun 2018 yang hanya 33.444 MT.
Sementara untuk belanja modal (capex), TINS masih pada rencana awal untuk alokasi capex di kisaran Rp 1,5 triliun. Capex ini akan digunakan secara efisien dan berdasarkan skala prioritas, yakni digunakan untuk pengembangan alat-alat produksi yang terkait langsung dengan operasional TINS, yakni seperti peremajaan kapal dan smelter.
Optimisme TINS juga dilatarbelakangi membaiknya arus kas perusahaan. Pada semester I-2020, TINS mengalami kenaikan pada cashflow operasi menjadi Rp 3,17 triliun dibandingkan periode yang sama tahun 2019 sebesar minus Rp 3,33 triliun.
Membaiknya cashflow operasi merupakan indikator membaiknya kondisi finansial, sehingga TINS mampu membayar sebagian kewajiban jangka pendeknya. Adapun posisi utang bank jangka pendek TINS menyusut 37% menjadi Rp 5,56 triliun, dibandingkan dengan Rp 8,79 triliun pada 2019.
Ke depan, TINS terus melakukan action plan berupa efisiensi di setiap lini bisnis, optimalisasi alat produksi, serta menjaga kinerja produksi dan penjualan agar cashflow tetap optimal. Di samping itu, biaya bahan baku yang berkontribusi besar terhadap struktur biaya juga disiasati melalui third-party renegotiation untuk kompensasi yang lebih ekonomis.***
Sumber: kontan.com
Editor: amran