SumatraTimes.co.id – Rencana pemerintah mencabut subsidi gas elpiji 3 kg pada pertengahan 2020, dinilai sebagai sebuah tindakan yang tidak pro kepada para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kota Depok, Indra Rusliawan, menilai mayoritas industri mikro dan kecil masih menggunakan gas 3 kg dalam usahanya guna mengurangi ongkos produksi.
“Hal tersebut merupakan kebijakan yang tidak berpihak pada UKM,” kata Indra, kepada Radar Depok.
Kebijakan pencabutan subsidi gas 3 kg adalah hal yang antitesis dan berlawanan dengan Undang-Undang Pemberdayaan UKM.
“Jangan sampai di satu sisi dibuat Undang-Undang Pemberdayaan UKM, tapi sisi lain ada yang menghambat pemberdayaan itu. Salah-satunya ya pencabutan subsidi elpiji,” katanya.
Jika dibatasi, maka dampaknya akan sangat besar pada pengusaha kecil dan mikro tersebut.
“Kalau usaha mikro dan kecil, menggunakan gas 3 kg. Nah, jadi ini mau dibatasi. Itu kan semua berkaitan dengan harga produksi atau cost biaya produksi” katanya.
Menurutnya dengan pencabutan subsidi gas 3 kg maka biaya produksi akan menjadi tinggi. Hal ini berarti harga jual ikut tinggi. Kebutuhan terhadap elpiji 3 kg, sebut dia, sama vitalnya dengan kebutuhan seperti listrik, transportasi dan BBM.
Selain UMKM, kenaikan dan pencabutan subsidi elpiji 3 Kg juga berdampak pada sejumlah pedagang gorengan. Seperti disampaikan pedagang gorengan yang biasa mangkal di wilayah Kepala Dua, Husni Kamal. Menurutnya, dicabutnya subsidi elpiji sangat memberatkan pedagang kecil.
“Kalau kenaikannya seribu dua ribu kita tidak akan ambil pusing, tetapi kalau naiknya sampai segini ya bingung juga,” ucap Husni, kepada Radar Depok.
Penjual gorengan di wilayah Jatijajar, Muhidin (52) mengungkapkan, jika kenaikan gas 3 kg cukup signifikan, dirinya memiliki dua pilihan.
“Ya, namanya kita usaha harus memperhitungkan keuntungan. Solusinya menurut saya, kalau tidak naikan harga paling kita sesuaikan ukuran gorengannya saja,” jelasnya.
Adanya kenaikan ini, dirinya mengaku sangat resah dan memberatkan bagi pedagang maupun masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah.
“Mungkin bagi masyarakat yang mampu menanggapinya biasa saja. Tetapi bagi kami yang berprofesi sebagai pedagang yang masuk dalam golongan ekonomi rendah sangat keberatan. Semoga pemerintah dapat mempertimbangkan kembali serta memperhatikan kalangan kecil seperti kami,” tutupnya. (sumber: radardepok)
Redaksi: Amran